Daerah

HIMARA Babel Gelar Program Kerja Ahir, Ini Bahasannya

×

HIMARA Babel Gelar Program Kerja Ahir, Ini Bahasannya

Sebarkan artikel ini

BABEL – Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara yang kerap dikenal HIMARA, melaksanakan Program kerja terakhir yaitu “NGOPI” Ngobrol Penuh Inspirasi Yang bertajuk tema “Peran Pemerintah dalam Menangani Kekerasan seksual di rana pendidikan”, yang diinisiasi oleh Rizki Kurniawan sebagai ketua pelaksana beserta para panitia lainnya, Jum’at (17/12 /2021).

NGOPI ini merupakan suatu kegiatan yang bisa dikatakan sama dengan Talkshow yang dihadiri oleh tiga (3) narasumber yang sangat luar biasa.Yang pertama ada dari Kepolisian Resor Bangka yaitu bapak Ipda Judit Dwi Laksono S.Tr.K bagian Kanit Tindakan pidana tertentu. Kedua ada dari Dinas Pendidikan kab. Bangka yang dihadiri oleh bapak Yudi Aprizal S.Pd bagian Kabid Pendidikan Dasar. Dan yang terakhir adalah bapak Dr.Asyraf Suryadin M.Pd selaku kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan pencatatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (P3ACSKB). Dan Ibu Yang Gusti Feriyanti S.Ikom,. M.Ikom sebagai moderator.

Click Here

Pada kegiatan ini dihadiri 125 peserta yang terdiri dari Mahasiswa, Ormawa, dan UKM STISIPOL P12, Mahasiswa IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Babel, Stie Pertiba, Pelajar SMAN 1 Pemali, SMKN 1 Sungailiat, SMKN 2 Sungailiat, dan Masyarakat umum.

“Sebenarnya pada kegiatan NGOPI ini kita menargetkan 70 peserta namun yang mendaftarkan di link pendaftaran yang kita sebarkan dan yang datang mencapai 125 peserta, dan ini menandakan bahwa Kekerasan Seksual di ranah pendidikan harus diatasi setegas mungkin agar kekerasan seksual ini bisa dicegah, minimal kasusnya bisa diminimalisir di Bangka Belitung, terkhusus Kab. Bangka.” ujar Rizki.

Dan kita seluruh panitia juga ingin menyampaikan mengapa kami mengangkat tema ini yaitu “Peran Pemerintah Dalam Menangani Kekerasan Seksual di Ranah Pendidikan “ karena kasus kekerasan seksual ini nyatanya bukan merupakan hal baru namun kasus yang lama tapi masih banyak yang belum terangkat dan belum terbongkar kasusnya karena dugaan kami bahwa korban malu untuk melapor dan korban diancam ketika melapor.

Korban dari kekerasan seksual ini tidak mengenal siapapun, baik ditaman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, Sekolah Menengah Atas, Perguruan Tinggi, maupun di Pondok pesantren yang notabennya tempat untuk menuntut ilmu religi namun bisa menjadi tempat kejahatan seksual.

Tidak hanya perempuan, laki- laki pun bisa menjadi korban dari kekerasan seksual, ini merupakan suatu hal yang sangat mengerikan mengingat dampak yang terjadi ketika menjadi korban dari kejahatan seksual antara lain dampak Psikis mudah gelisah, trauma yang mendalam, bahkan dapat mengalami gangguan jiwa, dampak sosial korban sulit mempercayai orang lain, sering menyendiri atau mengisolasi diri, dan tidak ingin menjalin relasi secara dekat.

“Upaya untuk dari dinas pendidikan kepemudaan dan olahraga Dindikpora Kab. Bangka untuk pencegahan kekerasan seksual di ranah pendidikan adalah melakukan monitoring dan menciptakan lingkungan yang sehat, adanya koordinasi dan komunikasi komite paguyuban sekolah dan orang tua sehingga tercipta komunitas dua arah antara pihak sekolah dan orang tua. Hal ini akan dilakukan secara terus menerus. Dan untuk tingkat Perguruan tinggi yang membuat kebijakannya adalah pimpinan Perguruan tinggi ttersebut,” ujar Yudi Aprizal S.Pd.

Telah banyak upaya yang dilakukan untuk mencegah kekerasan seksual di tingkat Perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi nomor 30 tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dilingkungan Perguruan tinggi. PPKS hadir sebagai solusi dan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Seharusnya peraturan ini sudah dibuat sejak tahun-tahun sebelumnya tetapi karena sedikit kasus yang terekspos dan terbongkar yang menjadi alasan baru terbuatnya peraturan ini. Dan itu merupakan hal yang sangat disayangkan. Tetapi itulah tujuan kita mengangkat tema ini agar Korban-korban yang malu melapor dan korban yang diancam ketika melapor berani melapor dengan sosialisasi yang diberikan oleh ketiga narasumber kita. Tentang bagaimana bentuk perlindungan sosial ketika sudah melaporkan kasusnya kepada pihak yang berwenang.

“Jika korban ingin melapor ke Dinas P3ACSKB, kita akan memberikan bantuan jasa pengacara secara gratis, pengobatan fisik gratis, dan proses perbaikan dan pendampingan psikologi secara gratis. Tingkat pernikahan dini di Bangka Belitung merupakan peringkat atau Urutan pertama di Indonesia, dan itu merupakan capaian yang seharusnya tidak terjadi tetapi hal itu pun terjadi. Namun tidak menutup kemungkinan kasus kekerasan seksual di ranah pendidikan Bangka Belitung memiliki potensi tinggi untuk terjadi, jadi kita dari Dinas P3ACSKB, telah banyak melakukan berbagai upaya, dengan melakukan pendampingan kepada korban serta membuatmu rumah singgah korban untuk melindungi korban dan pendampingan fisik, mental, dan psikologi korban, serta rehabilitas.dan kami juga menganjurkan untuk tidak menikah di usia di yang usia dini itu dalah dari usia 0-18 tahun. Kami dari Dinas P3ACSKB menganjurkan untuk tidak menikah di usia dini karena menurut riset dan penelitian pernikahan dini berpotensi untuk menyumbangkan tingkat perceraian di Bangka Belitung. Untuk mengatasi kasus ini kita juga memiliki satgas untuk mencari informasi tentang keberadaan kasus kejahatan seksual ini,” ujar Dr. Asyraf Suryadin M.Pd.

“Untuk korban yang atau siapapun yang ingin melapor tentang kekerasan seksual kita dari kepolisian sangat welcome untuk mendengar dan menindaklanjuti kasus tersebut asal mempunyai bukti, minimal 2 bukti yang diberikan kepada kami kepolisian karena itu merupakan prosedur kita untuk menindaklanjuti kasus dari korban. Dan kami juga akan merahasiakan indetitas pelapor karena itu juga merupakan bentuk perlindungan sosial kita. Ujar bapak Ipda Judit Dwi Laksono S.Tr.K.

“Bagaimana jika tidak mempunyai bukti secara nyata baik itu buti visum atau foto dan vidio. Karena korban tentunya tidak mengetahui bahwa dia akan dilecehkan atau menjadi korban pelecehan sehingga tidak mempunyai bukti tersebut,” tanya peserta Destika.

“Bukti tidak selalu berupa visum atau pun foto dan video tapi juga bentuk pernyataan yang terlapor sesuai atau tidaknya pernyataan terlapor, karena kepolisian sekarang sudah didukung oleh teknologi dan IT untuk memudahkan keberlangsungan kami untuk menginterogasi. Contoh jika terlapor menyatakan bahwa dia pada jam ini berada disini tetapi dengan kecanggihan teknologi dan IT kami dapat mengetahui informasi melalui data-data terlapor,” jawab bapak Ipda Judit. (Budi)

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d