KENDARI-Upaya melanggar hukum atau menyelewengkan aturan dalam pengelolaan tambang terus dilakukan oleh para pelaku tambang yang ada di Sulawesi Tenggara (Sultra). Salah satunya di kabupaten Konawe Utara (Konut) telah terjadi, penambangan di kawasan hutan tanpa memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Diantaranya, di Blok Matarape, Mandiodo, Marombo dan Kawasan Boedinging.
Hal ini, disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Sultra, Abdur Rajab Saputra mendesak pihak Hukum untuk menyusut tuntas para penambang yang telah melanggar aturan. Apalagi jelas, IPPKH ini adalah salah satu izin yang wajib dimiliki oleh siapapun yang akan menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan.
“Misalnya, PT. Naga Bara Perkasa di Blok Matarape, PT. Sumber Bumi Putera di Blok Mandiodo, PT. Masempo Dalle di Blok Marombo, Daka Group di Kawasan Boedingi. Dari sekian perusahan tersebut tidak memiliki IPPKH tapi dibiarkan melakukan penambangan secara illegal di Kawasan Hutan yang ditetapkan dengan Perda nomor 20 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Konawe Utara,” ujarnya, Rajab, Senin (21/09/2020).
Dikatakannya, jika merujuk dari data Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2020 bahwa hanya 54 Perusahaan yang berada di Sulawesi Tenggara mengantongi IPPKH. Akan tetapi dari data KLHK tersebut tidak mencantumkan nama perusahaan mereka untuk melakukan aktifitas di dalam hutan. Tentu ini, sebuah pelanggaran. Dan harus diberikan sanksi yang berat.
“Perlu diberikan sanksi yang berat. Sakira jelas, sebagaimana UU Kehutanan nomor 41 tahun 1999 pasal 78 ayat 6 dengan ancaman kurungan pidanan 10 tahun dan sanksi administratif berupa pencabutan IUP sebagaimana terdapat pada UU Minerba nomor 4 tahun 2009 pasal 119. ,” terangnya.
Selain itu, alumni Antropologi UHO ini menjelaskan ada beberapa pelnggaran yang terjadi. Yakni, transparansi Deposito Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pasca Tambang di Bank Sultra dengan Rekening atas nama bersama. antara Pemda dan Korporasi Tambang tidak pernah dilaporkan perkembangan. baik Jumlah Deposito maupun Bunga Deposito atas hal tersebut.
Apalagi, jika merujuk pada Keputusan Dirjen Pertambangan Umum nomor: 336.k/271/DDJP/1996 pasal 13 ayat 5 bahwa bunga dari jaminan reklamasi dalam bentuk deposito berjangka menjadi milik perusahaan pertambangan. Ketiadaan transparansi dari Dinas ESDM tentang Deposito beserta bunga Jaminan tersebut dikhawatirkan disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu.
“Ini patut dicurigai sebab dalam temuan BPK Perwakilan Sultra, ketika mengaudit Dinas ESDM sebagaiman tercantumt dalam LHP-LKPD Sulawesi Tenggara pada Buku III halaman 18 menemukan sertifikat deposito/bank garansi penempatan jaminan reklamasi tersimpan di laci meja staf Bidang Mineral dan Batu Bara Dinas ESDM,” tuturnya.
Olehnya itu, Atas pelanggaran yang dilakukan Korporasi tersebut, masyarakat yang peduli terhadap kelestarian hutan yang rusak oleh kegiatan pertambangan, melalui lembaga GPM Sultra, akan melaporkan pelanggaran pidana tersebut ke Pihak Berwewenang. Harapan masyarakat hanya satu, Korporasi dan Oknum-oknum yang bersekongkol untuk melakukan penambangan tidak sesuai prosedur yang menyebabkan Negara dan Daerah mendapatkan kerugian materil dan non materil ini harus dihukum dengan tegas & tanpa kompromi.
“Sikap kami jelas. Bagi para perusahaan dan antek-anteknya perlu di lakukan pemeriksaan oleh pihak berwajib. Agar pelanggaran ini bisa cepat ditindaki. Karna, apa yang sudah mereka lakukan sudah diluar ketentuan hukum pertambangan yang ada. Jika tidak ada progres, maka tentu kami akan berkordinasi dengan masyarakat maupun yang peduli dengan kelestarian lingkungan untuk melakukan advokasi maupun parlemen jalanan,” tutupnya.
Reporter: Sacriel