OPINI, SEKILASINDO.COM – Ewa Wuna merupakan tradisi yang muncul sebagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) masyarakat Muna. Bagi sebagian besar masyarakat Muna fenomena ewa wuna merupakan fenomena yang lazim dan melekat dalam keseharian masyarakat Muna. Ewa wuna ini merupakan salah satu jenis bela diri yang wajib dimiliki oleh Pria Muna dewasa. Sehingga acapkali dilatihkan bagi anak usia belia oleh para guru yang disebut pande ewa. Sebelum memasuki usia akil balig biasanya pria muda Muna dibekali dengan ilmu bela diri ini dan memulainya dengan tahapan awal yang disebut dalam bahasa muna “feoli”. Feoli ini dikenakan bagi setiap murid yang akan belajar Ewa Wuna.
Media feoli biasanya ujung keris atau ujung ilalang yang ditetesi dengan cairan yang merupakan cairan yang merupakan gabungan dari pelbagai rempah. Jika kita membayangkan rasanya terasa amat perih dan mata akan tampak merah biasanya sampai pagi jika malam difeoli maka mata masih akan terlihar memerah. Feoli ini dimaksudkan untuk menghilangkan rasa was was atau takut jika harus berhadapan dengan benda tajam jika terjadi adu kekuatan menggunakan benda tajam serta juga dimaksudkan untuk melatih kecepatan mata dalam mengantisipasi setiap serangan musuh.
Ewa wuna yang tumbuh dari akar historis Suku Muna seolah tak bisa lepas dalam interaksi kehidupan sosial budaya orang Muna. Pada zaman silam biasanya setiap pemimpin di Muna memiliki tingkat kemahiran tersendiri dalam penguasaan bela diri Ewa Wuna ini. Namun mungkin saat ini tak cukup banyak pemimpin yang memiliki keahlian Ewa Wuna ini. Salah satu dari yang sedikit tersebut adalah Sosok La Ode M. Rajiun Tumada yang nota bene saat ini sedang menjabat sebagai Bupati Muna Barat. Dalam setiap kesempatan jika dimungkinkan beliau selalu mempraktekan keahliannya dalam memainkan jurus jurus Ewa Wuna. Langkah langkah (finda : bahasa Muna) sangat lincah dan apik dipandang mata. Suatu gerakan yang memadukan kecepatan, kegesitan serta keindahan sehingga para penonton yang melihat pertunjukan tersebut selalu berdecak kagum.
Kemahiran beliau dalam memainkan jurus jurus ewa wuna tak berlebihan pasalnya beliau sejak muda telah memiliki kemahiran khusus yang telah ditempa secara turun temurun. Cucu ke 6 dari Aro Agadi Ade rumpa ini rupanya mewarisi kehebatan leluhurnya yang memang dikenal sangat piawai atau kesatria dizamannya sehingga dapat dikatakan kehebatan beliau dalam memainkan jurus jurus ewa wuna merupakan bawaan yang terlahir secara alamiah. Apalagi kemahiran dalam ewa wuna ini dipadukan dengan keahiliannya dalam memainkan jurus jurua karate.
Maklum saja beliau adalah peraih gelar Dan V Karateka dengan pengalaman bertanding yang sudah tak terhitung baik dikancah nasional maupun internasional. Sederet prestasi didunia bela diri karate beliau telah ukirkan dan mengharumkan nama Indonesia dalam pentas dunia di Manca negara.
Dengan kondisi tersebut maka sangat layak sesungguhnya beliau disebut sebagai Sang Pendekar. Sehingga acap kali masyarkat menjulukinya Sang Pendekar dari Bumi Laworo selain gelar Sang Pelopor Pembangunan yang juga diterimanya dari masyarakat. Kegesitan, ketangkasan dan kemahiran beliau sebagai Pendekar Ewa Wuna rupanya termanifestasi dalam setiap tindakan dan praktek dalam menyelenggarakan pembangunan di Bumi Laworo dan aktivitasnya sebagai seorang politisi tangguh.
Sebagai seorang Bupati dan Politisi beliau begitu mahir dalam memainkan langkah langkah pembangunan dan konsolidasi kemasyarakatan sehingga tak heran beliau dapat hadir kapanpun dan dimanapun ketika masyarakat membutuhkan kehadirannya.
Sebagai kesatria karate beliau sangat menjunjung tinggi sifat Bushido yaitu nilai-nilai moral yang menekankan beberapa kombinasi dari kesederhanaan, kesetiaan, penguasaan seni bela diri, dan kehormatan sampai mati. Sifat ini pula merupakan cerminan dari seorang Kesatria Ewa Wuna. Oleh karena itu kita dapat melihat sepak terjang La Ode M. Rajiun Tumada dalam praktek pembangunan wilayah, pelayanan kemasyarakatan dan aktivitas sosial politiknya selalu menunjukkan sikap kesederhanaan, bersahaja serta tak berjarak dengan siapapun juga mulai dari kalangan elit sampai masyarakat biasa namun dibalik itu beliau sangat menunjung tinggi sikap sportifitas, sikap kesetiaan (loyalitas) pada rakyatnya. Salah satu contoh yang paling mencolok dalam sikap loyalitas terhadap rakyatnya adalah keberpihakannya yang menyeluruh dalam pelayanan pembangunan kemasyarakatan sehingga beliau selalu memprioritaskan pembangunan infrastruktur dasar masyarakat seperti jalan, jembatan, air bersih, irigasi, pasar rakyat, dermaga, bandara dan infrastruktur lainnya.
Begitu pulah disektor pendidikan beliau memiliki kebijakan seragam gratis mulai tingkat SD, SMP/Madrasah Tsanawiah selain itu untuk meningkatkan kesejahteraan bawahannya juga ditelorkan kebijakan tunjangan tambahan penghasilan baik bagi staf maupun pegawai yang memiliki jabatan. Semua itu merupakan salah satu sifat yang mencerminka jiwa kesatria dimana seorang kesatria selalu hadir memperjuangkan kebenaran, melawan angkara murka dan melindungi kaum lemah dan minoritas. Sikap kesatria seperti ini merupakan sikap yang sangat dibutuhkan sebagai Seorang Pemimpin untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya. Wallahu A’lam bishowab.
Penulis: Surachman, Koordinator Media Center PUPR Kab. Muna Barat.