JAKARTA, SEKILASINDO.COM — Kunci masa depan suatu bangsa, ataupun suatu organisasi terletak pada kualitas sumber daya manusianya. Jika sumber daya manusianya unggul, maka organisasinya juga akan mampu bertahan dan terus berkembang. Oleh karena itu kemampuan tata kelola SDM dalam suatu organisasi menempati posisi kunci. Jika SDM dikelola orang-orang yang piawai dalam pengelolaannya, maka human capital ini akan memberi dampak nilai yang luar biasa pada organisasinya.
Kamis (3/10) media menghubungi Dede Farhan Aulawi sebagai Pakar SDM di Jakarta, menyampaikan, pandangannya terkait perubahan paradigma dalam tata kelola SDM di masa depan. Dengan visinya yang futuristik, seringkali mengilhami para nakhoda organisasi untuk membuat sistem navigasi tata kelola, yang sesuai dengan zaman yang ditandai banyak sekali perubahan.
Dede berpandangan, bahwa saat ini pengelolaan SDM menjadi salah satu tempat paling dinamis, untuk bekerja. Sumber daya manusia berkembang, menjadi lebih dari sekadar mempekerjakan atau memutuskan hubungan kerja saja. Tetapi, sebagai kawah candradimuka untuk mendidik dan membesarkan model berfikir serta bekerja yang kreatif, agar suatu organisasi bisa tetap survive dan unggul di eranya.
“Mengangkat seseorang jadi karyawan atau pegawai itu mudah, tapi memberdayakan agar mereka mampu bekerja secara maksimal untuk kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya tidak mudah. Di dalamnya, pasti banyak dinamika, karena pegawai yang disuruh itu bukan robot, melainkan manusia yang memiliki pikiran dan perasaan, maka seni dalam mengatur mereka tidak sekadar bersandar pada otoritas, melainkan relasi organisasi yang dinamis,” ujar Dede.
Ditambahkannya, SDM masa depan akan banyak dipengaruhi perkembangan teknologi yang menuntut kemampuan adaptibilitas yang luwes dengan teknologi. Semua sistem, katanya, akan bersandar pada digitalisasi yang berorientasi pada penghematan (efisiensi) dan produktivitas berbasis teknologi.
Lanjutnya, tata kelola SDM semakin transparan, sehingga memungkinkan sistem kompetisi karir lebih fair dan terbuka. Management toolnya, berbasis big data dan analitik yang kompleks, tetapi mampu ditampilkan secara sederhana dan cepat.
Sistem yang dibangun, ujarnya, harus mampu mengaktifkan kognisi setiap pegawai agar mampu melakukan pekerjaan terbaiknya. Aktivasi pemodelan berfikir tidak sekedar datang untuk memenuhi kewajiban administrasi semata agar memperoleh hak berupa gaji saja, tetapi dirangsang agar setiap karyawan merasa memiliki nilai kunci untuk menikmati pekerjaannya, melebihi panggilan tugas.
Menurutnya, panggilan kerja overtime, tidak dibangun hanya sekedar untuk memperoleh tambahan penghasilan, tetapi karena panggilan tanggung jawab yang memang ada sesuatu yang harus segera diselesaikan.
“Nomenklatur Manager SDM akan bergeser pada Talent Manager karena akan banyak berfokus pada pemberdayaan pegawai. Setiap pegawai bukan dipaksa untuk bekerja, melainkan secara sukarela dan enjoy, untuk memberikan segenap potensi pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya untuk dicurahkan demi pencapaian cita-cita organisasi,” Pungkas Dede mengakhiri perbincangan.(Shanty)