DaerahPolitik

Harga Komoditi Semakin Terpuruk, DPRD Babel Janji Bantu Masyarakat

×

Harga Komoditi Semakin Terpuruk, DPRD Babel Janji Bantu Masyarakat

Sebarkan artikel ini

PANGKALPINANG, SEKILASINDO. COM- Anjloknya sejumlah komoditi pertanian di Bangka Belitung membuat perekonomian masyarakat petani dan nelayan di Bangka Belitung ikut terpuruk.

Harga karet, lada dan sawit turun drastis. Meski sudah dilakukan berbagai upaya menaikkan harga, namun hingga saat ini tak kunjung membaik. Malah harga komoditi pertanian ini semakin terpuruk.

Click Here

Melihat dan merasakan kondisi ini, masyarakat petani, nelayan, mahasiswa dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) turun menyuarakan aspirasi masyarakat.

Mereka mendesak pemerintah dan DPRD Babel segera turun tangan. Jangan sampai, kondisi ini kian parah dan menyebabkan perekonomian masyarakat semakin buruk.
Perwakilan massa masing-masing menyampaikan aspirasinya. Tak hanya soal harga komoditi pertanian yang turun, masalah pertambangan yang mengganggu hak nelayan mencari ikan pun disampaikan.

Hadir menerima massa di Ruang Paripurna DPRD Babel, Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya didampingi Wakil Ketua Hendra Apollo, Dedy Yulianto dan Anggota DPRD Babel Bong Ming Ming.

Didit menyampaikan, harga karet Bangka Belitung memiliki Perda penyangga harga karet. Untuk membantu petani karet, akan ditetapkan harga karet yang sesuai di Bangka Belitung.

Sementara untuk lada, pemerintah sudah berupaya dengan meluncurkan Program Resi Gudang. Program yang bertujuan menaikkan harga lada ternyata tidak berhasil. Hingga saat ini harga lada di Bangka Belitung semakin buruk.

Padahal harga lada di Bangka Belitung, tahun 2015, 2016 dan 2017 sempat menembus di harga Rp 150 ribu.

“Bukan kita tidak setuju dengan resi gudang. Harusnya harga lada bisa naik, faktanya malah turun. Kami nilai program resi gudang ini sudah gagal. Kita juga sudah memperjuangkannya, tapi sepertinya disini ada kebijakan yang salah sasaran. Karena itu kami tidak bisa menunggu lagi, kami akan segera turun langsung di sini,” kata Didit.

Harga sawit lebih miris lagi. Dari aturan Rp 1.400 per kilogram saat ini ditingkat petani mandiri dibeli pabrik hanya Rp 600. Bahkan banyak sawit petani mandiri tidak laku dijual.

Kondisi ini berbeda dengan di Pulau Belitung. Harga sawit di Pulau Belitung malah jauh lebih mahal daripada di Pulau Bangka.

“Rencananya Rabu ini kita akan panggil seluruh pengusaha sawit di Bangka Belitung. Kita minta penjelasan bagaimana bisa harga sawit petani sampai anjlok seperti ini. Tidak usah harga Sumatera, harga sawit di Pulau Belitung lebih mahal dibandingkan dengan harga sawit di Pulau Bangka,” ungkap Didit.

Sementara terkait dengan pertambangan laut, penyelesaian masalahnya hanya dengan Perda RZWP3K. Bila perda ini tak selesai, maka konflik tambang dengan nelayan akan berjalan terus.

DPRD kata Didit sudah menyampaikan surat ke Gubernur Babel agar segera menyampaikan Raperda tersebut. Akan tetapi, sampai saat ini belum juga disampaikan.

“Kita sudah surati Gubernur sampai dua kali, tapi sampai saat ini belum ada juga perda RZWP3K. Kami tidak mau kalau bulan depan cuma diserahkan rangkumannya saja, kami mau lengkap. Kami juga akan turun langsung ke lapangan menyerap aspirasi masyarakat nelayan seperti apa,” kata Didit.

Sementara ituHendra Apollo mengatakan dalam pertemuan dengan pihak kementrian terkait zonasi di Bangka Belitung sudah disampaikan secara garis besar saja. Dari pihak kementrian disampaikan hanya Pulau Belitung saja yang tidak ada lagi tambang dalam RZWP3K.

“Masyarakat Belitung kompak, mereka menolak tambang lautnya. Mereka ingin konsen dengan pariwisatanya. Berbeda dengan di Pulau Bangka, beberapa titik masih ada zonasi tambangnya,” ujar Hendra Apollo.

Pembukaan lahan perkebunan sawit secara besar-besaran berimbas besar pada masyarakat khususnya petani. Lahan pertanian masyarakat kerap diklaim milik perusahaan yang memiliki izin HTI.

Masyarakat juga meminta agar pemerintah daerah dan DPRD Babel agar membantu pencabutan izin HTI. Bila hal ini tak dilakukan, petani di Bangka Belitung tak lagi memiliki lahan yang cukup untuk bertani.

Terkait permasalahan HTI ini, Didit menyampaikan tidak hanya terjadi di Bangka Barat saja. Akan tetapi terjadi pula di Bangka Selatan, Bangka Tengah dan Bangka.

“Kita tidak bisa mencabut izin HTI. Kewenangannya bukan ada di DPRD Babel . Kalau izin lingkungan dicabut, izin HTI nya juga tidak berlaku,” ujar Didit.

(*/Budi)

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d