
OPINI, SEKILASINDO.COM- Petahana atau dikenal dengan istilah incumbent sering kali ikut serta dalam pemilihan kepala daerah. Munculnya calon petahana dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah memberi peluang atau tidak berpeluang alias gagal untuk memenangkan Pilkada.
Peluang tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik secara langsung maupun tidak langsung. Tidak jarang pula calon petahana gagal dalam pemilihan umum tersebut.
Hal ini juga dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu pada saat menjadi pemimpin tidak dapat menjalankan perintahnya dengan benar atau masyarakat yang tidak memperoleh apa yang di inginkan seperti peningkatan kesejahteraan ekonomi dan kesehatan mereka serta pembangunan di daerah.
Kegagalan dari calon petahana tersebut merupakan tolak-balik karena tidak dapat menjalankan tugas pemerintahan seperti yang diharapkan masyarakat.
Trend kekalahan petahana, keluarga petahana dan kawakan petahana baik pada Pilkada 2015 dan 2018 juga berdampak negatif pada figur-figur petahana yang sebelumnya sudah mengklaim dirinya akan memenangkan pertarungan Pilkada di tahun ini, akan tetapi tidak sangka para petahana, akhirnya mereka kalah. kenapa kalah?, ada apa?
Petahana kalah dimana-mana, siapakah yang mengalahkan, ataupun ada hal lain yang perlu menjadi pelajaran bagi para pemimpin-pemimpin di daerah dalam memimpin daerah lima tahun lalu (alias petahana), mungkin para petahana mengalami efek kepemimpinannya selama memimpin daerah tersebut, sehigga pengaruhnya pada saat pilkada.
Rakyat mulai menunjukkan ketidakpercayaan lewat momentum pilkada lewat janji politiknya yang tidak direalisasi serta ada kesalahan-kesalahan yang para petahana.
Sebuah Kondisi dan situas sekarang banyak masyarakat mulai tidak suka dengan status quo, banyak juga masyarakat Indonesia ingin ada perubahan, dan kebanyakan masyarakat Indonesia menginginkan bukti dalam kepemimpinanya, bukan sekedar kepemimpinan memperkaya keluarga, kepemimpianan hanya peduli keluarga dekat, tetapi penting sekali bahwa kepemimpinan politik harus berwajah perubahan, berwajah baru, berwajah adil, berwajah jujur dan berwajah bukti.
Persoalan-persoalan tersebut itulah yang membuat para petahana, keluarga petahana dan kawakan petahana berada di ujung kekalahan.
Namun dalam kesempatan ini, perlu juga diungkapkan beberapa program kerja dan janji politik yang tidak terlaksana, hingga perlu ditagih kembali agar janji itu bukan hanya pemenuhan narasi politik ketika melontarkan gagasan yang telah disampaikan kepada publik.
Belajar dari Pilkada sebelumya di tahun 2016-2017 juga kekalahan Ahok di Pilkada DKI Jakarta, Rano Karno yang kalah di Provinsi Banten dan Pilkada Kabupaten Muna 2015 dimana Petahana Dokter dan La Pilih kalah serta para Petahana-petahana lain yang di kabupaten/kota lain di Indonesia.
Artinya para petahana mulai melakukan instropkesi dalam kepemimpinananya, dimana politik diera kekinian, masyarakat Indonesia mulai cerdas dan pintar melihat setiap calon pemimpin daerah, rakyat sudah mulai muak dengan janji-janji politik, rakyat sudah mulai tidak percaya dengan kepalsuan perbuatan alias pencitraan. #Kalahnya Petahana pada hakikatnya masyarakat rindu akan perubahan dan pemimpin baru.
Penulis : LM Sacril.,S.Sos