OPINI, SEKILASINDO.COM- Literasi yang sering diartikan luas sebagai orang yang belajar atau sering disempit artikan sebagai orang yang menyukai dunia menulis, kecakapan berbicara ini menjadi tren dikalangan masyarakaat saat ini, mengapa tidak, diera globalisasi ini dimana teknologi semakin berkembang membuat akses mendapatkan reverensi semakin banyak.
Jauh sebelum ini pun Literasi banyak digunakan untuk mengungkapkan perasaan atau sebagai bentuk perlawanan, di Indonesia saja literasi atau minat menulis sudah ada sejak zaman dulu, contohnya saja Raden Ajeng Kartini melalui tulisan-tulisannya, yang salah satunya itu adalah “ Habis Gelap Terbitlah Terang ” yang merupakan bentuk perlawanan perempuan menuntut haknya pada wilayah politik, pendidikan dan sebagainya. Ada juga salah satu perempuan Mesir bernama Nawal El-Saadawi, perempuan yang sudah banyak mengeluarkan buku sebagai bentuk perlawanannya pada dunia seksualitas.
Ini membuktikan bahwa, Literasi bisa diakses dari kalangan manapun sebagai bentuk pengekspresian perasaan. Hanya saja disamping keuntungan globalisasi yang menyediakan banyak akses reverensi, ini juga membuat banyak kalangan yang bahkan tidak mempunyai minat literasi, dengan suguhan-suguhan alat teknoloogi yang membuat lupa untuk mengabadikan diri melalui literasi.
Literasi saat ini mendapat banyak perhatian dari banyak kalangan pemuda dan mahasiwa, contohnya saja pemuda dan mahasiswa yang ada diwilayah Kecamatan Tombolo Pao, Kab.Gowa, seiring kesadaran pemuda akan pentingnya berorganisasi, didalamnya itu juga ditanamkan minat literasi meskipun tidak begitu banyak tetapi ada yang menyukai dunia literasi. Belum lagi, mahasiswa yang pulang kekampung dan membagikan pemahaman tentang literasi, sedikit banyaknya akan nada karya yang dilahirkan. Seperti salah satu perempuan yang ada di Tombolo Pao, Andi Eka Saputri yang sudah mempunyai beberapa Opini dibidang gender, salah satunya “ Pentingnya Pendidikan Seks Sejak Dini ” yang mengkritik tentang kekerasan seksual yang menjadi darurat di Indonesia, bukan hanya itu, salah satu pemuda tombolo pao, Ahmad Baharuddin yang juga mempunyai opini “ NGURAKI’ NAK “ tulisannya ini menitik beratkan pada nilai-nilai luhur kemanusiaan dan budaya pada perkembangan globalisasi.
Terlepas dari pemuda berprestasi tersebut ada banyak juga yang belum mempunyai minat literasi dengan beberapa faktor, yaitu pendidikan dan kurangnya kesadaran pemerintah akan pentingnya pemahaman literasi sejak dini.
Pemerintah bisa saja mengadakan sekolah menulis bekerja sama dengan sekolah-sekolah untuk mendobrak minat literasi,bukan hanya pemerintah yang berperan penting, organisasi-organisasi juga penting melihat ini, karena tak menutup kemungkinan banyak yang mempunyai bakat didunia literasi, hanya saja wadah yang disiapkan tak memadai.
Selain sekolah, bisa juga dengan lomba menulis cerpen, opini, puisi, dan yang lainnya dibidang literasi. Langkah-langkah seperti ini bisa mendobrak minat literasi, lomba Semacam ini juga sudah mulai punah, jadi apa salahnya ketika pemerintah dan organisasi yang ada membiasakan budaya seperti ini lagi tanpa terlepas dari kemewahan yang di suguhkan globalisasi.
Kita juga bisa melihat pemerintah bagaimana meningkatkan dalam hal pembangunan yang ada ditombolo pao sendiri sudah lumayan banyak,beranjak dari itu kekhwatiran melihat perkembangan dalam hal SDMnya sendiri lebih tidak nampak.
Penulis : Idul Azhar (Mahasiswa UIN Alauddin Makassar)