OPINI, SEKILASINDO.COM- Tepatnya tanggal 6 Oktober 2019 nanti akan diumumkan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang terpilih periode 2019-2024.
Sebelumnya visi dan misi dari masing-masing pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Indonesia telah disampaikan melalui debat yang ditayangkan di TV. Salah satu point penting dari visi dan misi masing-masing pasangan calon adalah pendidikan.
Pendidikan menjadi perhatian besar dari masing-masing pasangan calon guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Selama lima tahun ke depan kepemimpinan Kepala negara Indonesia sangat menentukan kiblat baru sistem pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan kejuruan di SMK. Akan tetapi masalah pendidikan yang belum merata dan tingginya angka pengangguran di usia muda menjadi pekerjaan yang harus segera diselesaikan.
Masalah pertama, pendidikan yang belum merata. Berdasarkan Pusat Data dan Statistik Kemendikbud pada tahun 2017-2018 bahwa 88,8 persen sekolah di Indonesia mulai SD hingga SMA/SMK, belum melewati mutu standar pelayanan minimal terutama buku, perpustakaan, ruang praktik program keahlian dan media pembelajaran lainnya.
Hal tersebut membuktikan bahwa sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia belum terpenuhi sehingga inilah yang menyebabkan pendidikan di Indonesia belum merata. Maka dari itu diperlukan pengawasan terhadap sarana dan prasarana sekolah sampai kepada penyediaan dan pengelolaan sarana dan prasarana sekolah secara lengkap.
Masalah kedua, pengangguran di usia muda. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 mencatat tingkat pengangguran Indonesia sebanyak 7 juta orang atau 5,34 persen dari total populasi Indonesia. Dari jumlah tersebut, kontribusi pengangguran terbesar berada pada jenjang pendidikan SMK sebesar 11,24 persen. Kemudian, tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 7,95 persen, tingkat pendidikan universitas 5,89 persen, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 4,8 persen, dan Sekolah Dasar (SD) 2,43 persen.
Tingkat pengangguran tinggi di SMK disebabkan karena kurangnya relevansi kompetensi kejuruan dengan jenis kebutuhan tenaga kerja di industri. Maka dari itu diperlukan kurikulum yang diajarkan di sekolah harus sesuai dengan perubahan zaman dan kebutuhan industri terutama memasuki revolusi industri 4.0 sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki daya saing global.
Menurut Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto “Guru, Dosen, dan Widyaiswara merupakan komponen penting dalam pengembangan SDM. Oleh karena itu forum ini menjadi penting karena sektor pendidikan menjadi salah satu candradimuka untuk mencetak insan-insan industri yang kompeten.
Era milenium, yang kini memasuki revolusi industri keempat harus disambut dengan menyiapkan tenaga kerja andal yang siap dengan dunia digital,” (Pada pembukaan Forum Nasional Guru, Dosen, Widyaiswara, dan Pejabat Struktural di Lingkungan Pusdiklat Industri di Jakarta, Rabu, 27 Desember 2018).
Revolusi industri 4.0 adalah upaya perubahan untuk meningkatkan kemudahan dengan menghubungkan jenis kompetensi kejuruan (kemampuan digital) dengan jenis kebutuhan industri di lini produksi yang mengacu pada peningkatan otomatisasi, komunikasi mesin-ke-mesin dan manusia-ke-mesin, kecerdasan buatan, dan pengembangan teknologi berkelanjutan.
Sejalan dengan itu, menurut Sandiaga Uno melalui program Rumah Siap Kerja menegaskan “Bagaimana cara menghubungkan para pencari kerja dengan para pemberi kerja. Kita akan dorong melalui bimbingan karir, kemudahan akses, beasiswa sampai mendapatkan pekerjaan, pelatihan. Saya bermimpi teman-teman dengan program ini di usia muda bisa kita kikis 2 juta” (Pada Kuliah Umum di Universitas Bakrie).
Disisi lain pembekalan jiwa warausaha juga memegang peranan penting yaitu dengan melakukan pembinaan kewirausahaan terhadap pelaku-pelaku usaha. Ahmad Anggoro adalah contohnya. Seorang pemuda lulusan SMK di Kota Kediri. Ahmad memulai bisnisnya dengan berjualan produk kaos yang di desaiannya sendiri dan produk tas, dompet, celana dan lain-lain. Beberapa tahun kemudian produk desainnya mulai dikenal orang dan tentu saja permintaan juga semakin tinggi. Dari semua bisnis yang ia kelola, Ahmad kini mampu menghasilkan omzet usaha sekitar Rp. 100.000.000/bulan dan kini telah memiliki 50 karyawan.
Tepatnya kiblat baru SMK dalam menghadapi tantangan industri 4.0 adalah peningkatan mutu pendidikan terutama sarana dan prasarana SMK dan meningkatkan relevansi kompetensi kejuruan dengan kebutuhan industri serta membekali siswa SMK memiliki jiwa wirausaha sehingga siswa SMK tidak hanya menjadi tenaga kerja di industri tetapi juga memiliki peluang membuka lapangan kerja baru dengan membuka usaha. Semua itu dilakukan sebagai upaya menekan angka pengangguran di usia muda. (AR)
Penulis : Nur Azizah Rahman (Mahasiswa Pendidikan Kesejahteraan Keluarga UNM/ Anggota Bidang Ipmawati PD IPM Kota Makassar)