PANDEGLANG, SEKILASINDO.COM- Sejumlah nelayan dan pemilik kapal di Tempat Pelelangan Ikan (TPI II) mengeluh karena diduga ada pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh pengelolah tempat perikanan di bawah binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang.
Ironisnya, Dugaan pungli yang dilakukan oleh pengelola TPI II Labuan itu sudah dilakukan sejak beberapa tahun silam. Hanya saja pungutan yang di ambil dari hasil para nelayan bukan untuk membantu kesejahteraan Nelayan.Ungkap salah satu Anggota Koordinator Nelayan Teluk yang juga pemilik kapal.
Selama enam tahun lebih nelayan telah dirugikan dengan adanya pungli yang dilakukan oknum pengelolah pelanggan ikan teluk itu.
Sebab kata dia, hasil tangkapan ikan dan hasil jual ikan (raman) di pungut sebesar lima persen yakni tiga persen pungutan resmi yang masuk ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pandeglang dan 2% nya itu untuk simpanan nelayan. Kata Imron
“kami hanya meminta hak para nelayan yaitu simpanan penghasilan (Siping) itu uang THR Nelayan, karena itu bukan hak para juragan pemilik Kapal tapi hak anak buah kapal (ABK), jangan di potong dengan sangkutkan dengan hutang pemilik kapal, karena hutang itu selama pinjam ketika akan melaut tidak menggunakan uang simpanan penghasilan itu. Pinjaman itukan untuk memperbaiki kapal karena rusak tertimpa musibah yakni Tsunami. Bukan di pergunakan untuk melaut,” kata Imron kepada wartawan Kamis (16/05/2019).
“Jelas kami sebagai nelayan ini dirugikan selain uang siping kami di tahan. Bahkan pembayaran raman juga sering di perlambat kami tidak marah, inikan bencana tsunami jadi kami belum bisa melaut sebelum kapal di perbaiki, kemarin itu saya habis 75 juta rupiah, karena masih kurang kami pinjam uang itupun hanya di bantu 2 juta rupiah aja, itu tidak semua pemilik kapal di pinjamin oleh pengelola pelelangan ikan (TPI II).” jelas Imron.
Hal itu di benarkan oleh ketua koordinator Nelayan Teluk, Yadi. Bahkan Yadi menambahkan selain pungutan yang dibebankan kepada kami selaku pemilik kapal dan nelayan, yakni yang tiga persen dan dua persen. Kalau yang tiga persen saya tahu kemana masuknya. Nah yang jadi pertanyaan, kenapa simpanan penghasilan yang dua persen kami di tahan, dengan berbagai alasan.
Selain itu, dirinya mengatakan pungutan resmi dan simpanan penghasilan (siping) nelayan itu jelas setiap raman selalu di potong 5 persen. Hanya saja yang lebih heran lagi potongan lain seperti biaya upah pelayanan (UPEL) tenaga pembantu ketika ikan turun. Itu juga biayanya harus nelayan yang di bebankan.
” UPEL itu 13 ribu rupiah per blong tidak mau tahu dengan jumlah raman yang penting 13 ribu rupiah per blong terkadang ada “caukan” ikan, gimana kalau ikan nya berupa ikan tembang. Harga satu blong 50 ribu rupiah, misal 10 blong ramannya 500 ribu, biaya UPEL sudah pasti ambil 130 ribu rupiah.” Terang Yadi.
Menurut Yadi, pembebanan uang setoran pendapatan hasil ikan tidak hanya dibebankan kepada dirinya saja, melainkan kepada nelayan dan pemilik kapal lainnya juga. Jika dijumlah lanjut Yadi, di TPI II puluhan pemilik kapal.
“Jika diakumulasikan potongan itu kepada semua nelayan di Labuan berapa ratus juta uang yang sudah disetorkan oleh nelayan kepada pengelola TPI II,” tambah Yadi.
Karena kata Yadi, selain potongan itu ada juga beban biaya yang di bebankan terhadap para nelayan yang meminjam uang kepada TPI II. Satu juta rupiah maka ketika dapat hasil ikan pengelola pelelangan ikan itu langsung memotong 1.050.000 dan itu berlaku seterusnya.
Bahkan yang lebih Ironis, pungutan tiap tahun dan itu sudah beberapa tahun tetap seperti itu, yakni menunda uang simpanan penghasilan nelayan selama tiga bulan dalam setahunnya.
“Artinya setiap tahun, TPI II Labuan itu, selalu menyisakan hak para nelayan sebesar dua persen selama tiga bulan dalam tiap tahunnya, dan ini sudah beberapa tahun. Jelas TPI ini bukan mensejahterakan nelayan tapi ini pemerasan,” katanya.
Ditanya berapa jumlah kapal dan berapa uang yang tertahan di TPI II ia, mengaku kalau mau di hitung, jelas besar bila di hitung dari seluruh jumlah kapal karena kurang lebih ada 60 kapal yang masuk ikut TPI II itu, pastinya ratusan juta rupiah karena sudah beberapa tahun.
“Kalau satu kapal, satu juta dalam sebulan dan sisa sipingnya bila diakumulasikan sudah berapa. 1 juta kali 3 bulan kali berapa tahun,” cetusnya.
Mereka pun meminta, agar praktek pungli di TPI II Labuan segera dihilangkan dan bisa diungkap oleh aparat hukum. Termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam persoalan ini harus dipidanakan. Karena sudah jelas merugikan nelayan yang notabene sebagai masyarakat kecil.
“Saya dan nelayan di sini ingin pungli hilang. Hak kami di keluarkan, Adapun Pihak yang terlibat pun harus dipidanakan karena sudah jelas aturannya,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, wartawan belum mendapatkan konfirmasi dari Manager Lelang dan Kasir Lelang TPI II labuan serta Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pandeglang***(*/Hadi).