Penulis: Satyagraha
“Kebenaran selalu sederhana dan jujur, sementara kebohongan selalu rumit dan berkelok.” Leo Tolstoy.
SUASANA udara Provinsi Kepulauan Bangka Belitung beberapa pekan terakhir terasa semakin menghangat sehingga membuat tubuh terasa gerah. Kegerahan ini bukan saja karena memang sedang musim kemarau, tapi tensi politik menjelang Pilkada serentak 2024 memang sudah mulai memasuki tahapan krusial yaitu sejak usainya proses pendaftaran sejumlah bakal kandidat yang bersiap bertarung memperebutkan tampuk kepemimpinan tingkat provinsi dan kabupaten kota.
Sejumlah bakal kandidat yang sudah mendaftar itu sejak beberapa bulan terakhir mendapat sorotan tajam sejumlah media baik berbasis nasional dan berbasis lokal. Sorotan itu lantaran ada bakal kandidat yang terseret kasus korupsi tata niaga timah yang merugikan negara dengan taksiran Rp300 miliar dan kasus dugaan korupsi lahan PT Narina Keisha Imani (NKI) dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp21,2 miliar.
Kontan saja, pers menjalankan tugasnya dengan baik sebagai salah satu pilar demokrasi yaitu menjalankan fungsi kontrol sebagai salah satu fungsi yang sangat penting. Namun, fungsi ini belakangan ada yang menuding sarat muatan politik bahkan dituduh sebagai media bayaran oleh pihak tertentu.
Para penuding itu jika dilacak memiliki kaitan erat dengan sang kandidat tertentu. Bahkan sudah menjadi rahasia umum sejumlah media memuat atau mengutip begitu saja apa yang dimuntahkan dari mulut para penuding tanpa ditelaah, diteliti dan melakukan chek and richek atau tabbayun.
Sedangkan yang dituding adalah karya jurnalistik yang tentu saja berbasiskan fakta dan data. Seharusnya bantah saja apa yang dimuat sejumlah media yang masih memiliki akal sehat itu. Bantah saja kalau memang berita yang dipublikasi media itu adalah hoax (bohong) atau fake news (berita palsu).
Namun, sayangnya hal itu tidak berani dilakukan. Sebagai contoh diberitakan ada kandidat calon gubernur Babel di Pilkada 2024, terseret kasus korupsi tata niaga timah. Lha hal itu adalah fakta persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Bahkan sang kandiddat itu juga terungkap hadir dalam pertemuan di Hotel Borobudur Jakarta. Begitu pula hal ikhwal yang terungkap dalam sejumlah persidangan kasus itu dengan sejumlah tersangka.
Termasuk ada empat eks Kepala Dinas ESDM Babel yang sudah jadi tersangka itu. Melalui pengacara mereka dan dalam surat dakwaan JPU juga diungkap kok. Termasuk surat pendelegasian penanda tanganan RKAB yang seharusnya diteken sang Gubernur Babel periode 2017-2022, didelegasikan ke para eks kadis ESDM itu. Mau dibantah? Disebut memfitnah? Lagian Gubernur Babel periode 2017-2022 juga sudah diperiksa tim penyidik Kejagung, ini juga fitnah? Amboi…
Begitu pula soal kasus lahan 1.500 hektar PT NKI. Lha.. si kandidat itu dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Babel 2017-2022 sudah dua kali diperiksa penyidik Kejati Babel. Soal dugaan memerintahkan Dirut PT NKI Ari Setioko penyerahan uang sebesar Rp200 juta ke salah satu oknum yang juga diduga dia tunjuk, itu juga pengakuan Ari Setioko yang kini sudah jadi tersangka dan dia sudah melaporkan ke Kejati Babel.
Termasuk soal tidak membentuk Tim Koordinasi Keja Sama Daerah (TKSSD) sebagaimana Permendagri Nomor 22 Tahun 2009, memangnya tim ini ada, pernah dibentuk oleh Gubernur 2017-2022 itu? Kapan? Siapa saja orangnya? Kalau berita soal ini dinilai memfitnah, tunjukkan dimana memfitnahnya? Tunjukkan fakta dan data yang dimiliki. Jadi jangan asal menguap!
Kerja jurnslistik dilindungi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Dalam Pasal 2, disebutkan, “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyatyang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.”
Pasal tersebut berarti kemerdekaan pers bukan hanya milik komunitas pers (wartawan, perusahaan media, organisasi pers, dan Dewan Pers), tetapi juga milik masyarakat Indonesia. Karena itu, pengabdian perusahaan media di luar kepentingan publik merupakan bentuk penyalahgunaan Undang-undang Pers.
Sebagai contoh pengabdian kepada kepentingan politikus atau partai politik. Apalagi karya jurnalistik yang dihasilkan merugikan atau membohongi publik yang berakibat publik salah mengambil keputusan karena salah informasi.
Proses Pemilukada 2024 memiliki rangkaian proses yang panjang dengan melibatkan banyak pihak, seperti tahapan perencanaan program dan anggaran, persiapan verifikasi calon kepala daerah, pendataan daftar pemilih, masa kampanye, pemungutan dan penghituangan suara pada 27 November 2024.
Oleh karena itu, pemilu yang demokratis tidak akan terwujud apabila kebebasan pers dalam pelaksanaan peliputan dikekang atau bahkan diancam dalam berbagai bentuk. Sedangkan kebebasan bagi pers sudah menjadi bagian dari kebebasan berbicara dan berekspresi yang dilindungi oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (Universal Declraration of Human Righ, Konvenan Internasional tentang Sipil dan Hak Politik 1975) dan sejumlah konvensi regional dan internasional lainnya.
Kemampuan wartawan untuk mengolah setiap informasi pemilu dapat meminimalisir fungsi media yang cenderung ditujukan sebagai alat untuk membela kepentingan pihak tertentu. Berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dapat menghindarkan wartawan dari pelaporan yang bias.
Meski demikian, tetap saja bagi sejumlah pihak yang memang punya kepentingan dan kecenderungan bahkan yang sudah nyata-nyata mendukung salah satu kandidat, menganggap laporan media atas kandidat yang didukung dinilai bias. Meski pun laporan itu sudah sesuai fakta, terkonfirmasi dan berbasis data.
Dan pada gilirannya ketidakpuasan ini bisa melahirkan ancaman bagi wartawan dan kemerdekaan pers seperti sensor, ancaman, intimidasi bahkan tindakan kekerasan dan tindakan premanisme lainnya.
Hal ini bukan isapan jempol. Mengutip laman aji.or.id, menjelang pemilu, riset Dewan Pers pada September 2023 terhadap 138 wartawan dari 17 provinsi di Indonesia: menunjukkan bahwa 36,9% wartawan mengakui pernah mendapatkan ancaman dan intimidasi, pelarangan liputan 15,6 %, kekerasan fisik 6,6 %, perampasan alat liputan 4,15 dan serangan digital 3,3 % (Dewan Pers,2023).
Menurut Howard (2024), setidaknya ada tiga elemen penting dalam pemilu yang penting untuk diberitakan, yaitu: pertama, partai politik dan kandidat. Kedua, Isu dan ketiga proses pemungutan suara.
Pers tidak boleh ragu, tidak boleh takut terhadap sejumlah ancaman oleh pihak tertentu terkait peliputan dan mempublikasikan sejumlah berita terkait Pilkada 2024 dan para kandidat yang kini sedang bertarung.
Saatnya pers “menelanjangi” kandidat, apalagi yang terindikasi atau terseret kasus korupsi dan tindakan manipulatif lainnya. Sebab, hakikatnya pers sedang menjalankan pengabdiannya kepada publik, kepada masyarakat yang membutuhkan informasi sehingga masyarakat tidak salah dalam mengambil keputusan lima tahun sekali ini. (*)