Sekilasindonesia.id, || SERANG – Masjid di masa lampau biasa dibangun di lokasi-lokasi yang asri, seperti di pinggir sawah, berdekatan dengan sungai, atau di tengah permukiman tapi menyisakan halaman luas yang dikelilingi pepohonan yang rindang.
Hal ini untuk menciptakan kenyamaan masjid dan meminimalisir pengaruh iklim tropis lembab di Indonesia yang dikenal kecepatan anginnya rendah serta kelembaban dan suhu udara yang tinggi.
Kelembaban tinggi menyebabkan sirkulasi tidak lancar dan berpengaruh pada kenyamanan termal. Realitas itulah yang melahirkan kearifan lokal masyarakat Indonesia di dalam membangun tempat peribadatan yang selalu diselaraskan dengan kondisi alam.
Jika dahulu masjid merupakan penyumbang ruang terbuka hijau karena mempunyai halaman yang cukup luas dan bisa ditanami pepohonan yang cukup banyak, namun sekarang ini telah terjadi fenomena dimana halaman masjid yang ada telah dihabiskan untuk perluasan kegiatan jamaah.
Akibat langsung yang dirasakan jamaah adalah kenyamanan termal yang mereka tuntut untuk menjalankan ibadah di dalam masjid menjadi berkurang. Upaya bantu alat penghawaan seperti kipas angin yang dipasang di sudut-sudut bangunan masjid tidak bekerja maksimal.
Saat masjid digunakan seluruh kipas angin dinyalakan, namun keluhan jamaah selalu muncul yaitu ketidaknyamanan termal, seperti rasa panas.
Atas dasar itu dibutuhkan mengungkit kesadaran ummat Islam agar melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi ruang terbuka hijau di lingkungan masjid.
Intensifikasi adalah upaya peningkatan produktifitas ruang terbuka di sekitar masjid yang tidak termanfaatkan dengan cara penghijauan.
Sedangkan ekstensifikasi merupakan perluasan ruang terbuka hijau di lingkungan masjid serta mengendalikan alih fungsi ruang terbuka hijau tersebut ke fungsi lain.
Intensifikasi dan ekstensifikasi ruang terbuka hijau di lingkungan masjid dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
Pertama, jika memungkinkan halaman masjid yang dilapis dengan semen diganti dengan grassblock sebagai media tumbuh tanaman; Pepohonan yang ada dihalaman parkir sebisa mungkin dipertahankan dan mengajak jamaah di sekitar masjid untuk menanam pohon di sisi luar masjid.
Kedua, jika pada bagian sisi kiri dan kanan masjid ada sedikit lahan dapat ditanami dengan media tabulampot (tanaman dalam pot).
Termasuk memanfaatkan lantai atas masjid yang berbahan beton dengan menanaminya menggunakan media tabulampot.
Logikanya, jika di Indonesia tercatat 850 ribu masjid dan bila 50 pohon ditanam di tiap lingkungan masjid maka akan tertanam 42 juta pohon yang ekuivalen seluas 1,6 juta ha.
Di samping itu apabila intensifikasi dan ekstensifikasi Masjid Hijau ini dapat direalisasikan maka banyak memberi manfaat baik untuk jamaah masjid maupun masyarakat umum.
Sebagai ilustrasi, bila rata-rata per-masjid ada lahan seluas1.000 meter persegi, lalu terdapat 50 pohon berdiameter 50-100 cm mampu menyuplai oksigen (O2) sebesar 50.000 liter perorang.
Setiap jam, satu hektar daun-daun hijau dapat menyerap delapan kilogram CO2 yang setara dengan CO2 yang diembuskan oleh napas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama.
Jika satu liter O2 hanya dihargai Rp 100, maka sebatang pohon menghemat biaya oksigen sebesar Rp 1.400.000 per hari, Rp 42 juta per bulan, dan Rp 511 juta per tahun per orang.
Andri Lesmana dan Bambang Pranggono dalam artikel berjudul “Studi Kaitan Masjid dan Ruang Terbuka Hijau..” pernah membuat ilustrasi tentang fungsi ruang terbuka hijau di lingkungan masjid per-satu hektar:
(1) menetralisasi 736.000 liter limbah cair hasil buangan 16.355 penduduk; (2) menghasilkan 0,6 ton oksigen guna dikonsumsi 1.500 penduduk perhari; (3) menyimpan 900 m3 air tanah per tahun; (4) mentransfer air 4.000 liter per hari atau setara dengan pengurangan suhu lima sampai delapan derajat Celsius.
Setara dengan kemampuan lima unit alat pendingin udara berkapasitas 2.500 Kcal/20 jam; (5) meredam kebisingan 25-80 persen; (6) mengurangi kekuatan angin sebanyak 75-80 persen.
Intensifikasi dan ekstensifikasi Masjid Hijau tidak hanya meningkatkan kualitas bagian-bagian ruang peribadatan dan ruang sosial masjid, tapi juga dapat menghemat pengeluaran kas masjid untuk pendinginan bagian-bagian ruang masjid.
Diharapkan masjid tidak lagi berlomba memasang alat penyegaran ruangan/air conditioning (AC) di sudut-sudut ruangan masjid untuk menciptakan kenyamanan dan kekhusuan jamaah dalam beribadah.
Selain menguras kas masjid untuk pembayaran listrik, penggunaan AC secara berlebihan di masjid juga berakibat tidak ramah lingkungan.
Bagindo Yakub.