PANDEGLANG, SEKILASINDO.COM- Dzulkarnain seorang pemuda sekaligus putra daerah sekaligus anak dari peserta yang memperoleh Program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Desa Langensari kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang provinsi Banten. Senin (25/2/2019).
Hanya saja, dirinya mengaku kecewa dengan bantuan yang dikucurkan oleh pemerintah Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPR-KP) Provinsi Banten, karena kata dia, program ini terkesan dijadikan ajang bisnis oleh pengusaha dan pihak pengelola (kepala desa ).
Kata dia Material yang di kirim oleh pengusaha atau CV. Cipta Pratama itu masih banyak yang kurang, lantaran terbukti hingga kini rumah yang mendapatkan bantuan itu belum bisa di huni.
” Disini banyak penerima program RTLH, karena ingin cepat di huni hingga menjual unit kendaraan demi memenuhi kekurangan mateial,”
Selain itu, dirinya menyatakan bahwa pengadaan material dan pembayaran harian onkos kerja tidak sesuai dari hasil yang sudah di rapatkan waktu di Desa Keroncong. Kata dia dari hasil musyawarah itu penerima hanya terima kunci bukan membeli pakai uang sendiri.
” Di waktu rapat itu di jelaskan bahwa untuk material itu pengadaannya oleh pihak perusahaan (CV)sebesar 70% dan untuk HOK di kelola oleh pihak desa sebesar 30% dari anggaran Rp. 50.000.000, untuk material itu sekitar Rp. 35.000.000 dan untuk HOK itu sekitar Rp. 14.000.000 sampai Rp. 15 000.000 tapi yang di serahkan kepada tenaga kerja hanya Rp. 9.000.000.” akunya.
Bahkan sebelumnya dirinya mengaku sudah melakukan Aksi Demo ke Kantor Desa Langensari, Agar permintaan peserta penerima program di sepakati oleh pihak Desa untuk menambahkan pembayaran HOK nya karena di anggap kurang dan tidak sesuai dengan hasil rapat Desa Keroncong sebelum memasuki kegiatan yakni untuk HOK sebesar Rp.14.000.000;- sampai Rp. 15.000.000. ” Kami melakukan Aksi Demo itu agar material di percepat dan pembayaran HOK di tambah jangan Rp. 9.000.000,” pintanya.
Selain material kurang dan terlambat dirinya juga mengaku pernah menerima uang sebesar Rp 500.000 untuk membeli bambu sebanyak 100 batang. Tentunya tidak mungkin harga bambu yang tertera di rencana anggaran biaya seharga Rp.5.000 perbatangnya.
” Dari 23 peserta penerima manfaat program itu di berikan uang sebesar Rp.500.000 untuk membeli bambu 100 batang padahal dalam perjanjian rapat itu kami hanya menerima kunci.,” terangnya.
Ia berharap dengan memberikan informasi ini ke media atau aktivis untuk bisa di sampaikan kepada pihak dinas terkait untuk menyesuaikan pembayaran HOK susuai yang di tentukan oleh pemerintah, jangan sampai di kurangi.
Sementara itu, Kepala tukang yakni Bukhori membenarkan bahwa pembayaran untuk ongkos kerja hanya Rp. 9. 000.000 dan itu di bayarkan secara bertahap. ” Dari seluruh Jumlah uang pembayaran hingga lunas hanya menerima uang Rp. 9.000.000 dan itu di serahkan oleh pihak desa,” tukasnya.
Sementara di hubungi terpisah Kepala desa Langensari, Restu Sugrining Umam melalui pesan singkat nya. Program rumah tidak layak huni di Langensari sudah beres, “untuk langensari sudah beres dan material juga bagus-bagus,” Ucap Kades. (JN/Hadi)