Sekilas Indonesia, Seorang guru di Kota Cirebon, Muhammad Sabil (34), dipecat dari sekolah setelah mengomentari unggahan di akun Instagram pribadi Gubernur Jabar, Ridwan Kamil. Dalam komentarnya, Sabil menyebut Ridwan Kamil dengan kata ‘maneh’.
Maneh, dalam bahasa Sunda, artinya kamu—biasanya diucapkan antar-teman sebaya. Dan kasar bila diucapkan oleh orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua.
Perkataan ‘maneh’ dalam bahasa Sunda itu dinilai tak pantas dan diduga jadi penyebab dirinya diberhentikan sebagai guru. Adapun komentar itu termuat di dalam unggahan Ridwan Kamil ketika sedang menggelar Zoom Meeting dengan sejumlah murid di SMP 3 Tasikmalaya.
Dalam meeting itu, Ridwan Kamil terlihat mengenakan jas berwarna kuning dan berbincang dengan tiga murid. Lalu, Sabil dengan akun @sabilfadhillah menyematkan komentar yang mempertanyakan kapasitas Ridwan Kamil ketika berbincang dengan tiga murid itu.
“Dalam zoom ini, maneh teh keur jadi gubernur Jabar ato kader partai ato pribadi @ridwankamil???” demikian bunyi dari komentar Sabil.
“Secara sadar saya tahu ‘maneh’ kasar dalam bahasa Sunda terutama kepada yang lebih tua, tapi ‘maneh’ kepada baraya mah biasa aja menggunakan diksi ‘maneh’ ka RK, saya sih berpikir RK mah kan friendly kepada followers-nya,” kata Sabil.
Dikutip pada laman kumparan.com, Sabil juga mengaku komentarnya itu dimaksudkan untuk mengkritisi Ridwan Kamil. Sebab, jas berwarna kuning yang dikenakan Ridwan Kamil seakan identik dengan partai politik tertentu. Diketahui, baru-baru ini Ridwan Kamil resmi bergabung dengan Partai Golkar yang identik dengan warna kuning.
“Saya juga kritik RK, pakai jas kuning di depan pendidikan,” ucap dia.
Adapun setelah menyematkan komentar itu, sambung Sabil, marak pengikut Ridwan Kamil di Instagram yang tak terima dan langsung memberi komentar negatif terhadap Sabil. Tak hanya itu, Ridwan Kamil secara langsung mengirim pesan melalui direct massage sekolah tempatnya mengajar.
Akibatnya, Sabil diberhentikan sebagai pengajar DKV di dua sekolah yakni SMK Ponpes Manbaul Ulum dan SMK Telkom. Bahkan, dia mengaku mendapatkan kabar data dirinya sebagai guru di Dapodik bakal dihapus secara permanen sehingga terancam tak dapat mengajar lagi di sekolah mana pun.
Penjelasan Ridwan Kamil
Menanggapi hal itu, Ridwan Kamil memberikan klarifikasi pada Rabu (15/3).
Menyikapi hadirnya berita bahwa ada guru SMK diberhentikan oleh yayasannya karena mengkritik saya, yang membuat saya juga kaget, dengan ini saya sampaikan klarifikasi:
- Seorang pemimpin harus terbuka terhadap kritik walaupun kadang disampaikan secara kasar. Sudah ribuan kritik masuk, dan selalu saya respons dengan santai dan biasa saja. Kadang ditanggapi dengan memberikan penjelasan ilmiah, kadang dibalas dengan bercanda saja.
- Mungkin karena yang melakukannya posting kasar adalah seorang Guru, yang postingannya mungkin dilihat/ditiru oleh murid-muridnya, maka pihak sekolah/yayasan untuk menjaga nama baik insitusi memberikan tindakan tegas sesuai peraturan sekolah yang bersangkutan.
- Karenanya setelah berita itu hadir, saya sudah mengontak sekolah/yayasan, agar yang bersangkutan untuk cukup dinasihati dan diingatkan saja, tidak perlu sampai diberhentikan.
- Apa pun itu, di era medsos tanpa sensor ini, Kewajiban kita para orang tua, guru dan pemimpin untuk terus saling nasihat-menasihati dalam kebaikan, kesabaran dan selalu bijak dalam bermedsos. Agar anak cucu kita bisa hidup dalam peradaban yang lebih mulia.
Demikian yang bisa saya sampaikan.
Hatur Nuhun.
-Ridwan Kamil
Kata Ahli Bahasa soal Kata ‘Maneh’
Dosen Program Studi Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad), Gugun Gunardi, menilai kata ‘maneh’ dapat menjadi kata yang halus apabila diucapkan secara lisan dan intonasi yang tepat. Begitupula, kata ‘maneh’ akan jadi kasar bila dikatakan dengan intonasi yang tidak tepat.
“Jadi, kalau mengatakan sesuatu yang bahasa Sundanya kasar maka alangkah baiknya harus dalam bentuk tuturan yang dengan intonasi yang halus,” kata dia melalui sambungan telepon pada Rabu (15/3).
Sementara itu, apabila disampaikan secara tulisan, Gugun menilai tanda baca menjadi penting. Jangan sampai tanda baca seperti titik dan koma tidak tepat karena acap kali mengakibatkan maksud dari tulisan yang disampaikan malah diterima dengan arti berbeda oleh pembaca.
“Tanda baca itu penting, tanda baca yang menghaluskan, kemudian yang kasar, kan suka seenaknya titik koma dan lainnya. Itu tentu harus diakhiri dengan kata-kata yang menimbulkan kalau itu tidak kasar,” ucap dia.
Gugun juga menjelaskan soal tingkat tutur bahasa atau level berbahasa Sunda. Menurut dia, tingkatan itu berasal dari Jawa. Di dalam bahasa Sunda, tingkatan dibagi menjadi tiga yakni bahasa Sunda kasar, sedang, dan halus. Menurut dia, adanya tingkatan dalam proses berbahasa itu dimaksudkan dalam rangka membina karakter manusia.
“Sekarang bisa jadi ada orang yang berpendapat dulu mah Sunda teh agak ada yang halus dan kasar, kasar semuanya, nah, tapi kan pola tuturnya. Kemudian, tindak tutur sekarang apakah masih feodal? Kan enggak. Itu masuknya pada sopan santun berbahasa dalam koridor pembinaan karakter supaya orang menjadi lebih sopan,” kata dia.
Apalagi, sambung Gugun, apabila bahasa Sunda itu disampaikan kepada seorang pemimpin. Intinya, dia mengatakan tutur kata yang baik tak hanya berlaku bagi bahasa Sunda tapi juga bahasa lain termasuk bahasa Indonesia.
Sementara itu, disinggung soal layak atau tidaknya pemecatan yang dilakukan kepada Sabil sebagai guru, Gugun menilai mestinya hal itu tak dilakukan. Sebab, bagaimanapun sikap manusia masih dapat diperbaiki dengan komunikasi yang baik.
“Kalau dipecat mah kita mencontohkan lagi karakter tidak baik lagi. Manusia bukan batu, manusia masih bisa diperbaiki, sekeras-keras manusia diajak ngobrol yang baik kan bisa menjadi baik,” tandas dia.(*)