OPINI – Penghulu sebagai pelaksana teknis bidang kepenghuluan pada Kementerian Agama dituntut untuk memiliki kompetensi meliputi kompetensi teknis, kompetensi manajerial dan kompetensi sosial kultural.
Ketiga kompetensi ini mutlak harus dimiliki oleh seorang penghulu sebagai salah satu syarat untuk kenaikan jejang jabatan hingga mencapai jenjang jabatan tertinggi yakni Penghulu Ahli Utama.
Merujuk pada Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2021, standar kompetensi teknis yang harus dimilki oleh penghulu diatur berdasarkan jenjang jabatan yang diduduki. Untuk Penghulu Ahli Pertama minimal mampu membaca Al-Qur’an, memahami dasar-dasar hukum munakahat, dan mengetahui peraturan perundang-undangan mengenai pencatatan pernikahan.
Selanjutnya untuk Penghulu Ahli Muda selain ketiga hal tersebut juga harus mampu menulis Al-Qur’an dan menguasai simulasi akad nikah. Sedangkan untuk Penghulu Ahli Madya, ia harus memahami Al-Qur’an, menguasasi wawasan perbandingan hukum munakahat, dan memiliki kemampuan memandu akad nikah dengan menggunakan bahasa Arab/Inggris/asing lainnya.
Sementara untuk Penghulu Ahli Utama, kompetensi teknis yang harus dimiliki adalah mampu menafsirkan Al-Qur’an, mampu melakukan bimbingan pernikahan, memiliki konsep pengembangan kepenghuluan, dan memiliki kemampuan melakukan istinbat hukum perkawinan dan keluarga.
Dengan mencermati standar kompetensi teknis tersebut, terdapat sebuah catatan menohok yang disampaikan oleh Kasubdit Bina Kepenghuluan Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Bapak Makhzaini saat menjadi narasumber dalam kegiatan Lokakarya E-DUPAK Penghulu beberapa waktu yang lalu. Ia mengatakan bahwa berdasarkan temuan dilapangan ketika menjadi penguji pada uji kompetensi penghulu di beberapa daerah, hampir 100% kapasitas penghulu di bidang regulasi di bawah rata-rata, dan jika uji kompetensi dilakukan secara tertulis maka menurut beliau hampir dapat dipastikan tidak ada yang lulus uji kompetensi.
Temuan tersebut merupakan pukulan telak sekaligus cambuk bagi penghulu untuk lebih meningkatkan pemahaman dan penguasaan regulasi yang berkaitan dengan tugas dan fungsi di bidang kepenghuluan.
Pentingnya Penguasaan Regulasi bagi Penghulu
Bagi penghulu, regulasi adalah kitab suci yang harus dimiliki. Hal ini penting karena posisnya sebagai aparatur negara yang diberi tugas dan wewenang untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya, ia mesti memegang teguh hal tersebut. Penghulu tidak boleh bertindak sesuka hati. Karena setiap keputusan yang diambil khususnya dalam hal pencatatan nikah akan memiliki akibat hukum bukan hanya terhadap dirinya tapi juga kepada masyarakat.
Itulah mengapa standar kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh seorang penghulu adalah menguasai aturan perundang-undangan yang berlaku.
Jika dikelompokkan, setidaknya ada 2 (dua) kelompok regulasi yang harus dikuasasi oleh penghulu, pertama; peraturan tantang tugas dan fungsi, kedua; peraturan tentang jabatan.
Regulasi berkaitan tugas dan fungsi dimaksudkan untuk menjadi rujukan dan acuan baku bagi para penghulu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Seluruh regulasi yang berkaitan dengan hal tersebut mesti dipahami dengan baik.
Adapun beberapa regulasi berkaitan dengan tugas dan fungsi penghulu adalah; (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan; (3) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 10974 tentang Perkawinan; (4) Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan; (5) Peraturan Menteri Agama Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak Atas Biaya Nikah Atau Rujuk di Luar Kantor Urusan Agama Kecamatan; (6) Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 473 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pencatatan Pernikahan; (7) Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 977 Tahun 2018 tentang Pembantu Pegawai Pencatat Nikah; (8) Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 412 Tahun 2021 tentang Pembantu Pegawai Pencatat Nikah.
Selain itu, regulasi lain yang juga berkenaan dengan tugas dan fungsi penghulu adalah tentang zakat, wakaf dan kemasjidan.
Selanjutnya, regulasi tentang jabatan. Berdasarkan Permenpan RB Nomor 9 Tahun 2019, bahwa Penghulu merupakan jabatan fungsional dalam rumpun keagamaan. Ia merupakan jabatan karier dengan kategori keahlian yang berjenjang, yakni penghulu ahli pertama, penghulu ahli muda, penghulu ahli madya, dan penghulu ahli utama.
Memahami regulasi tentang jabatan selain dimaksudkan agar penghulu dapat mengetahui apa yang menjadi tugas dan fungsi juga untuk membantu dan memudahkan dalam pengembangan karier sehingga dapat mencapai jejang jabatan tertinggi, yakni penghulu ahli utama.
Berikut ini ada beberapa regulasi berkaitan dengan jabatan fungsional penghulu, diantaranya adalah; (1) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Penghulu; (2) Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 6 tahun 2020 tentang Petunjuk Pembinaan Jabatan Fungsional Penghulu; (3) Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penghulu; (4) Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Jabatan Fungsional Penghulu; (5) Peraturan Menteri Agama Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi Profesi Jabatan Fungsional; (6) Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 461 Tahun 2020 tentang Penetapan Komposisi Kebutuhan Jabatan Fungsional Penghulu; (7) Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 372 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Jabatan Fungsional Penghulu; (8) Surat Edaran Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Nomor 3480 Tahun 2022 tentang Format Bukti Fisik; (9) Surat Direktur Nomor 991 Tahun 2022 tentang Uji Kompetensi Jenjang Jabatan.
Selain kedua kelompok regulasi tersebut, karena status penghulu sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) maka ia juga mesti mengetahui dan memahami regulasi berkaitan kepegawaian serta regulasi-regulasi yang berkaitan lainnya.
Kedua kelompok regulasi di atas mutlak harus diketahui dan dipahami dengan baik oleh para penghulu. sebab penghulu selain bertugas sebagai pelaksana layanan publik juga bertugas untuk menegakkan aturan dan regulasi khususnya di bidang kepenghuluan. Secara sederhana, sebuah aturan tidak akan mungkin dapat dilaksanakan dan ditegakkan jika yang bertindak sebagai pelaksanan dan penegaknya tidak mengetahui dan memahami regulasi dan aturannya.
Disinilah pentingnya penguasaan regulasi bagi penghulu. oleh sebab itu, perlu ada upaya yang sistematis dan berkesinambungan yang dilakukan agar kapasitas penghulu di bidang regulasi dari waktu ke waktu terus meningkat, diantaranya adalah dengan memberikan sosialisasi dan pembinaan. Selain itu, para penghulu juga perlu untuk melakukan upaya secara mandiri untuk mengkaji dan memahami setiap regulasi dan aturan yang ada. Hal lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan memberdayakan organisasi profesi penghulu sebagai wadah pengembangan diri dan pembinaan penghulu khususnya dalam hal regulasi.
Menyikapi pernyataan Kasubdit Bina Kepenghuluan Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah tentang rendahnya kapasitas penghulu di bidang regulasi, menurut hemat penulis, setidaknya ada dua faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang penulis maksud dalam hal ini ada pada personal penghulu itu sendiri. Disadari atau tidak, secara umum budaya literasi penghulu sangat rendah. Hal ini terbukti ketika penulis membagikan aturan terbaru tentang penghulu di salah satu Grup WhatsApp sontak anggota grup memberikan komentar dengan mengatakan “intinya saja pak” dan ada juga yang mengatakan “kalau bapak sudah paham aman sudah itu”. Ini berarti bahwa budaya literasi penghulu memang sagat rendah. Meski dengan dalih bahwa tugas di lapangan terlalu banyak sehingga tidak ada waktu untuk membaca, namun perlu disadari bahwa tugas sebagai penghulu tidak terlepas dari regulasi sehingga wajib bagi penghulu untuk membaca agar mengetahui dan memahami esensi dari regulasi yang ada. Penghulu tidak dituntut untuk menghafal, setidaknya para penghulu mengetahui dan memahami sehingga jika diperhadapkan dengan persoalan tugas di lapangan, penghulu memiliki rujukan yang jelas dalam penyelesaiannya.
Faktor selanjutnya adalah faktor eksternal, yaitu Kementerian Agama sebagai instansi Pembina. Sedikit banyaknya, regulasi-regulasi tentang kepenghuluan itu bersumber dari instansi Pembina.
Masalahnya adalah, setiap regulasi yang ada tidak dibarengi dengan sosialisasi dan pembinaan. Secara hirarki, Kementerian Agama di tingkat pusat bertugas untuk menyusun dan menetapkan kebijakan dan regulasi lalu diteruskan ke tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk selanjutnya disosialisasikan kepada penghulu di lapangan, hanya saja proses ini sepertinya tidak berjalan dengan baik. Khusus di Kalimantan Utara, semenjak aturan terbaru tentang jabatan fungsional penghulu beserta aturan turunannya ditetapkan, hampir tidak pernah ada sosialisasi yang dilakukan baik oleh kantor wilayah maupun kabupaten/kota sehingga sangat wajar jika penghulu khususnya yang ada di Kalimantan Utara memiliki kapasistas yang rendah di bidang regulasi kepenghuluan. Oleh sebab itu, sebagai instansi Pembina, Kementerian Agama khususnya di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota mesti melakukan perencanaan yang sistematis dan berkesinambungan agar kapasitas penghulu di bidang regulasi dapat ditingkatkan yakni dengan melakukan soslialisasi dan pembinaan tidak hanya sebatas membagikan regulasi tersebut melalui surat resmi ataupun Grup WhatsApp.
Demikian halnya dengan Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) sebagai organisasi profesi penghulu mesti mengambil peran untuk memfasilitasi para penghulu dalam hal peningkatan kapasitas di bidang regulasi.
Penulis : Syahrul Afandi, S. H.I
(Penghulu/Kepala KUA Kecamatan Krayan)