Daerah

Proyek RTH Pasangkayu Diduga Gunakan Tambang Galian C Ilegal

×

Proyek RTH Pasangkayu Diduga Gunakan Tambang Galian C Ilegal

Sebarkan artikel ini

Sekilasindonesia.id, || PASANGKAYU – Proyek pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2022 dengan nilai pagu anggaran Rp 3.020.000.000,00, dan penawaran terendah Rp 2.865.435.112,25 yang dimenangkan oleh CV Sipatokkon, Selasa (25/10/2022).

Pekerjaan kontruksi RTH di Dusun Labuang, Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu, Propinsi Sulawesi Barat (Subar) kembali disoroti, dimana material yang digunakan disinyalir menggunakan Pasir Batu (Sirtu) saat melakukan pengecoran lantai, dan itu bukan pasir bersih, melainkan (pasir campuran batu) seperti kepalan tangan orang dewasa. Hal ini disampaikan langsung oleh salah satu kontraktor di wilayah paling ujung utara di Sulbar.

Click Here

“Di proyek RTH tersebut, saya juga mendapat informasi bahwa adanya pasir laut yang digunakan sebagian untuk menimbun dipinggir landasan lantainya. Sedangkan di pengecorannya menggunakan material Sirtu yang tidak mempunyai izin tambang galian C, dalam hal ini kita menduga bahwa (tambang galian C-red) itu ilegal dan dia mengambilnya di wilayah Bambamone,” kata kontraktor yang tidak mau disebutkan namanya.

Menurutnya, penggunaan material sirtu ilegal untuk pengecoran rabat beton di proyek itu dilarang, apalagi kalau di lokasi tambang galiang C merusak lingkungan, tentu akan berdampak kepada warga sekitar, dan seharusnya petambang tersebut melakukan sesuai normalisasi pada saat menggali pasir di sungai dan ada izin atau sudah legal.

“Ketika proyek RTH materialnya menggunakan pasir menit (pasir laut) itu lebih parah lagi walaupun sebagian, apalagi mengambil dipinggir pantai kota, dan ini sangat dekat dengan anjungan Vovasanggayu, sebab pemerintah sangat melarang keras pengerukan (pasir-red) di laut,” ucapnya.

Dia juga sampaikan, berdasarkan yang saya lihat bahwa materil pengecoran RTH Pasangkayu tidak menggunakan batu pecah, melainkan batu-batu gelondongan dia pakai, aturan mana yang membolehkan proyek memakai (batu-batu gelondongan-red) untuk ngecor lantai.

Jika proyek tersebut belum menggunakan pasir bersih dan batu pecah, sepengetahuan saya pengecoran memakai Sirtu itu tentunya tidak bisa di Provisional Hand Over (PHO), PHO adalah suatu kegiatan serah terima seluruh pekerjaan yang dilakukan secara resmi dari penyedia jasa kepada direksi (pekerjaan-red) setelah diteliti terlebih dahulu oleh Panitia Penilai Hasil Pekerjaan (PPHP),” ungkapnya.

Tambahnya, setelah selesai pengecoran harus diletakkan geotextile dipermukaan beton yang baru dicor dengan melakukan penyiraman paling lama 3 sampai 7 hari agar kelembaban (beton-red) tetap terjaga.

Untuk menjaga agar proses hidrasi beton dapat berlangsung dengan sempurna maka di perlukan curing.

“Curing tersebut untuk menjaga kelembabannya, dan lamanya proses (curing-red) sekitar 3 sampai 7 hari berturut – turut mulai hari kedua setelah pengecoran, sehingga dapat menghindari keretakan pada lantai beton,” jelasnya.

Berita ini diturunkan, pihak Kepala Proyek (Kapro) CV Sipatokkon saat dihubungi melalui via WhatSapp beberapa hari lalu sekitar jam 13.32 wita hingga sekarang belum memberikan respon. (Roy Mustari)

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d