PANGKALPINANG || Sekilasindonesia.id – Terkait pemberitaan pengelolaan kegiatan usaha wisata di Tahura Mangkol yang menelan korban, Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Masyarakat Peduli Lingkungan (Gempa) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Aditia Pratama angkat bicara.
“Pemanfaatan hutan lindung baik sebagai area wisata membutuhkan izin dan tidak bisa dilakukan sembarangan hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan dan penyalahgunaan lahan. Sebab sering kali pengelola pariwisata membangun sembarangan hingga pengelolaan limbah tidak dilakukan dengan baik,” ungkapnya
Lanjut adit dalam memanfaatkan hutan untuk daerah kawasan pariwisata harus memiliki izin, seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 dan UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan. Apalagi kawasan ini masuk kawasan Hutan Lindung yang mana dalam aturannya wajib memiliki Izin Lingkungan.
“Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), pada Pasal 1 angka 35 disebutkan bahwa Izin Lingkungan diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan sebagai pra syarat. Sesuai dengan pasal 109 tentang PPLH pasal 36 ayat 1 maka bagi usaha atau kegiatan yang tidak mengantongi Izin (Izin Lingkungan) di pidana penjara paling singkat 1 tahun paling lama 3 tahun. Ditambah lagi dengan denda paling sedikit 1 Miliar dan paking banyak 3 Miliar., apalagi ini masuk kawasan hutan Lindung,” jelas Adit
Terlebih dari sisi keselamatannyapun harus diperhitungkan, contoh yang terjadi di kawasan pariwisata air terjun Desa Mangkol ini.
“Misal dalam segi keselamatan pihak pengelola harus menyiapkan alat alat pertolongan pertama pada saat terjadi kecelakaan baik itu jatuh, ditimpa pohon dan lain sebagainya, rata rata tempat pariwisata kita tidak menyiapkan ini, sehingga bila terjadi kecelakaan akan berdampak pada pengunjung,” jelas Adit
Hal ini penting kedepan untuk dipertimbangkan oleh pemerintah baik itu ditingkat Desa, Kecamatan maupun di Dinas Pariwisata.
” kita jangan hanya mempertimbangkan potensi di Desa tanpa mempertimbangkan keselamatan pengunjung, apalagi pengunjung diminta retribusi untuk menikmati pariwisata yang ada,” ungkap lelaki yang sedang menyelesaikan S2 Ilmu Lingkungannya ini.
Adit berharap kedepan pemerintah dan masyarakat lebih selektif dalam mengelola potensi yang ada di daerah, sehingga tidak merugikan pengguna jasa.
” kalau sudah menelan korbankan susah, siapa yang akan bertanggung jawab, siapa yang mau disalahkan,”ungkapnya lagi
Bu
Oleh sebab itu untuk kejadian ini pihak pengelola harus bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi, terlebih sampai menelan korban.tutup nya .hingga berita ini di tayang redaksi pihak pengelolah masih upaya konfirmasi berita selanjutnya. (BD)