Opini

Beda Sikap APH Antara Tembelok-Kenari dan Belitung

×

Beda Sikap APH Antara Tembelok-Kenari dan Belitung

Sebarkan artikel ini

Opini – Rabu (16/10/24), satuan gabungan dari Reserse Kriminal Khusus Polda Babel, Polisi Militer dan Polres Belitung mengamankan 1 unit truck bermuatan Pasir Timah. Peristiwa biasa-biasa saja ini mendadak ramai diberitakan oleh berbagai media, dengan framing penyelundupan, khususnya dari Belitung ke Bangka.

Seorang pelaku yang diduga menjadi otak dari kegiatan ini dipojokkan. Dan seolah-olah menjadi tameng segala aktivitas ilegal yang ada selama ini.

Click Here

Sekilas seolah-olah praktik ilegal terkait pertambangan komoditas bijih Timah ini hanya seputar sirkulasi dari Belitung menuju Bangka. Tanpa menengok proses pada bagian hulu nya di mana praktik ilegal cendrung menerapkan standar ganda. Tak hanya soal sikap APH, situasi ini pun juga berlaku di kalangan media, pers hingga ormas dan LSM.

Jika kita perhatikan fakta yang ada praktik penambangan ilegal di perairan Tembelok-Keranggan, sudah berlangsung sedemikian masif, melibatkan ratusan ponton. Bahkan ada panitia yang jelas-jelas bisa ditemui, termasuk penampung pasir Timah hasil penambangan yang hari ini tak jelas kemana larinya. Jumlahnya juga jauh dari yang apes tertangkap di pelabuhan Tanjung Ru Belitung.

Adakah tindakan hukum atas tambang ilegal di Tembelok-Keranggan? Alhamdulillah sampai hari ini, karena yang menambang adalah masyarakat, maka tidak ada yang melakukan penegakan hukum. Di lokasi lainnya, yakni kawasan eks penambangan PT. Kobatin, baru-baru ini kegiatan penambangan yang dilakukan oleh masyarakat, ditertibkan oleh penegak hukum. Masyarakat diminta untuk menghentikan kegiatan, alasan yang diangkat oleh penegak hukum, yang dirilis oleh media ternyata terkendala soal perijinan IUPK yang belum diterbitkan oleh pemerintah.

Padahal sama seperti Tembelok-Keranggan yang juga belum ada selembar ijin apapun yang diterbitkan, namun tak ada tindakan dari penegak hukum. Dengan posisi secara dejure yang sama-sama ilegal, maka ada perbedaan perlakuan di sini. Tak ada Ormas atau pun LSM yang angkat bicara, pasang badan bahkan mengecam media yang memberitakan dengan tudingan sikap apatis terhadap kesejahteraan masyarakat.

Mereka masyarakat yang menambang di Kenari diposisikan sebagai pelaku penambangan ilegal, yang harus ditertibkan, tanpa ada argumentasi soal solusi atas tekanan ekonomi, masalah desakan perut dan sebagainya, sebagaimana opini yang dibangun oleh media-media atau ormas dan LSM ‘penerima manfaat.’

Kasus terbaru, yang dengan mudah diungkap oleh aparat penegak hukum, pada Rabu (16/10/24) malam kemarin, semestinya harus dilihat secara komprehensif, sehingga dapat secara fair mengungkapkan modus yang sama.

Bahwa sistem mata rantai penambangan ilegal di Bangka Belitung hari ini, hampir semuanya semuanya berhulu dari aktivitas penambangan oleh masyarakat, dan tak ada yang mengklaim sebagai muaranya.

Kasus dugaan penyelundupan pasir Timah dari Belitung menuju Pulau Bangka ini sebenarnya hanya bagian dari proses mata rantai. Bahwa ada sirkulasi mulai dari penambang, kolektor hingga muaranya yang entah kepada siapa. Pergerakan dari mata rantai satu ke mata rantai lainnya, itu lah yang tertangkap di Pelabuhan Tanjung Ru Belitung Rabu petang kemarin.

Sekitar sebulan sebelum peristiwa penangkapan kemarin malam, tepatnya 19 September 2024, ratusan masyarakat penambang dan pekerja meja goyang melakukan aksi demo di PWI Cabang Belitung. Aksi ini dipicu dari pemberitaan yang dilakukan oleh wartawan anggota PWI, terkait aktivitas tambang dan pengolahan Pasir Timah ilegal yang marak serta vulgar di Belitung.

Aksi ini bahkan didampingi oleh Polisi yang melakukan pengamanan. Jelas sekali isu yang diusung adalah keinginan masyarakat untuk bisa melakukan penambangan dan pengolahan bijih Timah tanpa pemberitaan dari media. Intinya semua case yang tadi disebutkan, adalah penambang rakyat, dengan alur mata rantainya.

Di sini lah salah satu perlakuan penegakan hukum yang kontras antara Tembelok-Keranggan, Kenari, Merbuk dan Belitung hingga Belitung Timur. Semuanya adalah penambangan rakyat, yang argumentasi nya soal kondisi ekonomi yang sedang butuh uang cepat. Namun akan terasa janggal jika tindakan hukumnya seperti pilih-pilih.

Apakah beda perlakuan ini ada faktor X? Bisa dipastikan begitu. Karena seharusnya, proses perpindahan Pasir Timah yang didapat dari penambangan ilegal di Tembelok-Keranggan, menuju penampung atau mata rantai selanjutnya, adalah merupakan hal yang sama dengan proses perpindahan Pasir timah dari Belitung ke Pulau Bangka.

Tak ada perbedaan, kecuali jarak. Karena Belitung dan Bangka terpisah selat, maka harus menggunakan Kapal. Sementara perpindahan bijih timah dari Tembelok-keranggan hanya berpindah dari satu titik, ke titik lainnya melalui jalur darat. Karena tak mungkin Pasir Timah tersebut, endingnya hanya di ditumpuk untuk disimpan.

Kesimpulannya, bahwa ada dugaan tebang pilih dalam proses penindakan atau penegakan hukum antara Tembelok-keranggan, Lubuk Kenari hingga Belitung. Padahal semuanya adalah praktek penambangan ilegal. Lantas kenapa beda perlakuannya…??(**)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d