M. Ishom el Saha
Sekilasindonesia.id, || SERANG – Berbekal pengalaman menghadapi orang yang kecanduan judi, kita butuh cara penanganan yang tepat untuk menyembuhkannya.
Orang yang sudah gila judi tidak bisa dihadapi dengan mengancam, mengisolasi, atau tindakan kasar lainnya.
Bermain judi atau taruhan pada dasarnya timbul dari gangguan kejiwaan, sehingga langkah utama penyembuhannya adalah melalui pendekatan kejiwaan.
Dalam ilmu kejiwaan setiap orang yang belum “kokoh” pikiran (mind)-nya selalu ada dalam dirinya yang disebut spekulasi atau berandai-andai
Spekulasi sendiri merupakan potensi kecerdasan. Oleh sebab itu orang berjudi sebenarnya tergolong cerdas. Akan tetapi sayangnya kecerdasan itu tanda didasari kejujuran.
Sandungan kejiwaan orang-orang yang bermain judi mayoritas adalah tidak jujur. Makanya perhatikan! Kalau kita memiliki orang dekat yang bermain judi maka mereka biasanya tidak jujur.
Bila dia merupakan suami yang mulai suka judi maka dia akan tidak jujur kepada istrinya. Jika dia adalah istri yang mulai gemar judi maka dia akan tertutup dengan suaminya.
Begitu pula anak yang tergelincir ikut perjudian maka dirinya mudah berbohong kepada orang tuanya.
Spekulasi dan andai andai yang tak kunjung didapat hasilnya itu tertutup rapat, sampai bertumpuk hutangnya, ludes penghasilannya, dan tak menutup kemungkinan bangkrut usahanya.
Walaupun orang yang gemar berjudi sudah dalam kondisi seperti itu karena dari awal telah tersandung masalah kejujuran maka menjadi bertambah sakit kejiwaannya.
Gelagat kurang baik akibat tidak jujur kepada keluarga dan orang dekat secara umum memicu kejiwaan penjudi untuk “mengurung diri”.
Di saat kondisi seperti ini mereka sebetulnya butuh arahan kejiwaan. Namun kebanyakan keluarga atau orang dekat yang akhirnya tahu problem mereka biasanya memarahi,
bahkan menjauh, karena tidak mau terlibat dan bertanggung jawab atas hutang-hutang penjudi. Akibatnya bertambah tertekan kejiwaan orang yang gila judi.
Penjudi mulai tidak mau kembali ke rumah. Atau jikalau ke rumah maka akan mengambil benda-benda sebagai modal berjudi. Penjudi lebih banyak menghabiskan waktu bersama-sama dengan penjudi yang memiliki masalah kejiwaan yang sama.
Di antara memikirkan angan-angan yang tak kunjung tercapai atau nekad bercampur frustasi, yang terjadi dalam diri penjudi sebetulnya adalah penyakit kejiwaan yang bertambah.
Biasanya untuk melampiaskan perasaannya itu, penjudi akan menjadi pemabuk. Stress berat yang dideritanya dianggap dapat diselesaikan dengan cara mabuk. Tapi, usaha itu percuma saja sebab pusingnya penjudi bukan karena faktor pikiran akan tetapi penyakit hati.
Kehadiran orang-orang terdekat untuk menyelesaikan masalah seorang penjudi sebenarnya sangat penting. Ada pengalaman nyata yang barangkali dapat dipraktekkan.
Dulu, almarhum kakek saya pernah menyembuhkan santrinya yang penjudi dan kondisinya benar-benar mengkhawatirkan ialah beliau hampiri tempat biasa santrinya itu bermain judi.
Beliau tidak marah,. Justru beliau rangkul dan memeluk erat santrinya sambil menangis sesenggukan di hadapan bandar judi. Cara seperti itu adalah upaya menguatkan dan merestorasi kejiwaan penjudi yang sudah kronis.
Alhamdulillah, sampai sekarang santri itu akhirnya sadar, bertaubat, dan menjadi santri yang menyebarkan ajaran-ajaran agama yang mulia.
Tak terbayang jika metode penyembuhan kejiwaan seperti itu tidak dilakukan, maka bisa jadi seorang penjudi akan melakukan bunuh diri.
Banyak kasus penjudi yang memiliki penyakit kejiwaan kronis mereka nekat melakukan bunuh diri sebab mereka merasa tidak ada orang orang yang perduli. Wallahu a’lam.