JAKARTA, SEKILAS INDONESIA – Dalam perkembangan terbaru, revisi kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mendapat sorotan tajam dari Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, SH., MS. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap potensi dampak negatif terhadap kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi masyarakat.
Menurut Ninik Rahayu, revisi tersebut tidak membawa perubahan signifikan pada pasal-pasal yang sebelumnya dianggap sebagai ancaman terhadap kemerdekaan pers. Pasal 27A, yang mengatur distribusi informasi atau dokumen elektronik dengan muatan tuduhan, fitnah, atau pencemaran nama baik, tetap menjadi titik perhatian utama.
Ancaman lain muncul dari Pasal 28 ayat (1) dan (2), yang mengenai penyebaran pemberitahuan bohong dan SARA untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan. Hukuman penjara enam tahun dan denda Rp1 miliar menjadi potensi beban bagi pelanggar pasal-pasal tersebut.
Ninik Rahayu juga mengkhawatirkan bahwa pasal-pasal tersebut dapat disalahgunakan untuk membungkam pers, terutama dalam konteks pemberitaan di internet. Pasal-pasal ini, yang seolah menyerupai haatzaai artikelen dalam KUHP, berpotensi menimbulkan kriminalisasi terhadap wartawan dan pihak-pihak yang terlibat dalam jurnalisme investigatif.
Dalam perspektif Dewan Pers, pasal-pasal UU ITE seharusnya tidak diterapkan pada produk pers yang jelas diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Meskipun Pedoman Implementasi Undang-Undang ITE Nomor 229 Tahun 2021 memberikan mekanisme khusus untuk pemberitaan institusi pers, ketidakpastian tetap muncul karena norma hukum yang dapat membuka celah penafsiran yang merugikan kemerdekaan pers.
Proses legislasi revisi kedua UU ITE juga mendapat sorotan dari Dewan Pers, yang merasa bahwa tidak ada transparansi dan keterbukaan dalam melibatkan partisipasi publik. Kurangnya keterlibatan stakeholder yang berpotensi terdampak menunjukkan ketidakseriusan dari lembaga eksekutif dan legislatif.
Dewan Pers mengajak masyarakat dan seluruh komunitas pers untuk bersama-sama mengkritisi revisi kedua UU ITE ini. Mereka menekankan pentingnya langkah konkret untuk mencegah kriminalisasi pers yang dapat diakibatkan oleh perubahan undang-undang tersebut. Suara bersama dari masyarakat dan komunitas pers diharapkan dapat membela kemerdekaan pers dan menjaga demokrasi. (*)