Sekilas Indonesia, Toboali – Sekarang kita adalah bangsa dan negara yang telah merdeka dari penjajah, penindasan yang tidak berprikemanusiaan telah sirna di bumi Pertiwi, sorak sorai serta tangis kebahagiaan menghampiri setiap insan yang tersakiti sebagai perwakilan tanda hati nan bahagia telah merdeka bebas dari penjajah.
Sampai detik ini di tahun 2023, masihkah kebahagiaan itu terukir di wajah bangsa Indonesia ini? Masihkah mereka merasakan kebebasan tanpa ada pengintimidasian? Betulkah senyum manis dan tawa ceria itu masih menghiasi wajah-wajah rakyat biasa?
Tatkala kita bingung hendak berbuat apa dan berkata apa, maka kita harus ingat pesan Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwasanya beliau bersabda, “Aku tinggalkan dua perkara yang kalau kalian semua berpegang teguh kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu: Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.”
Kemudian Allah pun telah berfirman didalam Q.S. An-Nur: 55 yang artinya, “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang diantara kamu yang beriman dan mengerjakan kebajikan, bahwasanya sungguh Dia akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia telah meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhoi, dan dia benar – benar mengubah keadaan mereka setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa, mereka tetap menyembah Ku dengan tidak menyekutukan Ku dengan sesuatu apapun, tetapi barang siapa kafir setelah itu, maka mereka itulah orang-orang fasik.”
Melalui ayat ini, sungguh telah jelas pelajaran yang bisa kita ambil adalah bahwasanya bila negeri ini menginginkan kebahagiaan yang dulu pernah terukir di wajah setiap bangsa Indonesia, maka hendaklah kita mencetak generasi Mafaatihul Khairoot (Generasi-generasi yang membawa kunci-kunci kebaikan), yaitu dengan mendidik mereka dari usia sekarang (sesuai umurnya masing-masing) tentang ilmu ketuhanan sebagai pondasi dalam mengarungi samudera kehidupan.
Anak muda hari ini adalah cerminan bangsa Indonesia di masa yang akan datang, apabila generasi mudanya bobrok (rusak) maka Indonesia di masa mendatang akan menemui titik kehancuran. Kemudian apa yang harus di perbaiki untuk generasi muda ini? Bukankah banyak generasi muda yang cerdas secara intelektual, baik cerdas secara akademis maupun non akademis?
Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor yaitu KH. Hasan Abdullah Sahal beliau berkata, “Hari ini banyak orang yang pinter tapi belum bener, sehingga kecerdasannya bukan rahmatalil’alamin akan tetapi nganggur, dan kalau sudah pinter tetapi belum bener itu lebih sulit di benerin ketimbang orang yang belum pintar dan belum bener, maknanya hal yang pertama kali harus di perbaiki adalah buat dulu mereka agar menjadi bener.”
Maka dari itu, kita sebagai Bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi norma-norma yang terkandung didalam Undang-undang dasar 1945, hendaknya kita saling kerja sama mempersiapkan generasi Mafaatihul Khairoot (Cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual) sehingga kelak akan terwujudlah kita sebagai Bangsa yang bermartabat, makmur serta damai sentosa.
Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan hal yang demikian, salah satunya adalah Apabila dia berada di usia belajar (TK, SD, SMP, dan SMA) maka letakkan lah ia di wadah-wadah yang bisa mencetak kecerdasannya secara akademis maupun non akademis serta tempatkanlah ia di wadah-wadah yang mengajarkan hukum-hukum agama, tentang budi pekerti yang luhur, entah itu dalam kesatuan wadah maupun wadah yang berbeda-beda.
Dan Apabila ia sudah usia (mahasiswa dan kerja) maka terus kembangkan skill dan pengalaman serta teruslah berkreasi, namun jangan lupa untuk selalu hadir dalam majelis-majelis kebaikan yang didalamnya diajarkan tentang norma-norma agama dan apabila memang tidak sempat hadir, maka jadikanlah para ‘ulama sebagai guru, tempat kita bertanya sehingga kita senantiasa dalam kebaikan. Maka sangatlah penting mencari guru yang memang pandangannya adalah akhirat, bukan guru yang pertimbangannya dunia.
Maka apabila pada suatu masa kelak mereka sudah cerdas secara intelektual, serta emosional dan spiritualnya baik maka akan wujudlah janji Allah sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam Qur’an surat Al-A’rof ayat 96 yang artinya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Begitu juga dengan negeri ini, sejarah telah membuktikan bahwasanya Indonesia melakukan perlawanan dengan penjajah bukan dengan alat-alat yang canggih, namun hanya menggunakan alat yang sederhana misalnya bambu runcing. Seperti contoh dari salah satu peristiwa legendaris dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yaitu pertempuran tiga hari di Surabaya, Jawa Timur. Arek-arek Suroboyo pada waktu itu melakukan perlawanan kepada pasukan Inggris. Lebih tepatnya pada 28 hingga 30 Oktober 1945, terjadilah peristiwa bergelimang darah. Peristiwa tiga hari tersebut memicu pertempuran 10 November yang diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Mereka menang melawan penjajah bukan karena alat-alat canggih, melainkan dengan kekuatan iman, keyakinan kepada Allah bahwasanya mereka bisa menang, besarnya pahala mati syahid dan itu semua tertanam di hati-hati mereka sebab wadah-wadah pendidikan yang mereka ikuti dan akhirnya mereka tidak gentar sedikitpun melawan penjajah sehingga akhirnya mereka memperoleh kemenangan.
Nah, itu bisa menjadi bukti bahwa betapa pentingnya pendidikan spiritual itu diwujudkan dan ditanamkan pada setiap individu generasi muda bangsa Indonesia baik yang sudah bekerja maupun masih duduk di bangku sekolah, agar mereka menjadi generasi muda Mafaatihul Khairoot (generasi muda yang cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual) sehingga kelak mereka membawa perubahan yang positif untuk negeri ini, Indonesia maju, Indonesia bermartabat serta tidak adanya korupsi dan tidak ada segala bentuk intimidasi terhadap rakyatnya.
Oleh: Debi Ardani (Guru Bahasa Arab dan Al-Qur’an Hadits SMP Muhammadiyah Toboali)