Sekilas Indonesia, Bangka Selatan – Konflik masalah lahan perkebunan milik warga Dusun Air Banten, Desa Pasir Putih, Kecamatan Tukak Sadai, yang dicaplok pemerintah dalam pengerjaan proyek senilai 75 miliar, Tim Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Balai Wilayah Sungai Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, langsung turun ke lokasi.
Hal itu dibenarkan oleh Asisten II Ekonomi dan Pembangunan Kabupaten Bangka Selatan, Muhson kepada Wartawan, pada Rabu (13/9/2023).
“Iya tadi Tim Kementrian PUPR bersama pihak PU Bangka Selatan mengelar rapat terlebih dahulu sebelum menuju lokasi guna membahas persoalan lahan warga yang terkena imbas proyek itu,” kata Muhson.
Muhson mengatakan pihaknya hanya sebatas mendampingi pihak Kementerian dan Tim Pengamanan Pembangunan Strategis yaitu pihak dari Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
“Kita hanya mendampingi saja,” ujarnya.
Ia menjelaskan terkait dengan permasalahan lahan warga yang terkena imbas pembangunan itu diharapkan dapat diselesaikan secara humanis.
“Proyek ini merupakan proyek yang strategis oleh sebab itu harus kita dukung,terkait dengan persoalan lahan warga itu sebaiknya diselesaikan secara humanis,” jelasnya.
Muhson berharap, masyarakat yang terkena imbas pembangunan itu dapat mendukung total pembangunan penyediaan air baku tersebut. Karena manfaatnya untuk masyarakat banyak.
“Mari kita selesaikan masalah ini dengan duduk bersama dan mencari solusi bagaimana bagusnya,” ucap Muhson.
Sementara, kuasa perwakilan lahan Masyarakat Kamal Pongok mengatakan ada beberapa tanam tumbuh masyarakat yang rusak akibat pembangunan itu.
“Semoga ada win-win solusi mengatasi masalah ini. Sehingga tidak ada yang dirugikan terkait masalah tersebut, baik itu warga yang terdampak maupun dari pihak proyek,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Lahan perkebunan milik warga yang terletak di Jalan Raya Air Banten, Dusun Telek, Desa Pasir Putih, Kecamatan Tukak Sadai, Kabupaten Bangka Selatan, dirampas oleh kepentingan proyek.
Proyek tersebut menghabiskan uang negara atau uang rakyat senilai 75 miliar rupiah dari APBN dan difungsikan untuk mengaliri ketersediaan air bersih pada Kawasan Industri Sadai. Pekerjaan itu diawasi langsung oleh Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pencaplokan atau perampasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam kepentingan proyek tersebut secara langsung telah merugikan keluarga alm, H. Yono.
Tidak terima atas tindakan yang merugikan itu, ahli waris alm H. Yono lantang bersuara tidak terima. Mereka menegaskan polemik atau kisruh tersebut akan tetap berlanjut hingga hak hak mereka atas lahan perkebunan mereka diganti rugi oleh pemerintah setempat.
“Permasalahan tersebut belum menemukan titik terang. Disini jelas pemerintah Kabupaten Bangka Selatan telah merampas hak para ahli waris, dan kami menuntut hak kami,” ujar Kamal. (Cyber)