Sekilas Indonesia, Bangka Belitung – Manusia telah mengenal dan melakukan kegiatan jual beli sejak mengenal peradaban sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan.
Dalam kegiatan jual beli, keberadaaan pasar merupakan salah satu hal yang paling penting karena merupakan tempat untuk melakukan kegiatan tersebut menjadi salah satu indikator paling nyata kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah.
Di Indonesia, konon pasar tradisional telah ada sejak zaman Kerajaan Kutai Kertanegara pada abad ke 5 Masehi, berdasarkan kamus umum bahasa indonesia pasar berarti tempat orang berjual beli sedangkan tradisional dimaknai sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang kepada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun.
Dalam Indonesian Heritage, Ancient History (1996), dituliskan bahwa catatan pertama mengenai eksistensi pasar tradisional ditemukan pada abad ke-10. Catatan yang dimaksud adalah prasasti masa kerajaan Mpu Sindok yang menyebut pasar tradisional dengan istilah Pkan.
Keberadaan pasar tradisional dari waktu ke waktu semakin terancam dengan semakin maraknya pembangunan pasar modern, pembangunan pasar modern yang memberikan fasilitas kenyamanan dalam diri masyarakat dapat berdampak negatif pula terhadap perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat ekonomi rendah yang mendapat penghidupan dari penjualan hasil dagangnya yang tidak terlalu banyak.
Proses perekonomian masyarakat sebagian besar ditopang dalam sebuah proses jual beli dan hal ini terjadi dalam suatu pasar tradisional.
Namun, pada masa sekarang pasar tradisonal sering kali dalam proses jual beli cenderung berkurang jika dibanding pada masa dimana belum dibukanya pasar modern.
Ditengah arus modernitas keberadaan pasar tradisional sebagai suatu budaya bangsa saat ini mencoba untuk bertahan dan mengembangkan diri agar mampu bersaing ditengah arus tersebut.
Liberalisasi investasi yang makin tidak terbendung telah membuat pasar tradisional semakin terdesak dengan bermunculannya pasar modern yang menawarkan lebih banyak keunggulan komoditi harga serta kenyamanan.
Kenyataan tersebut telah membuat masyarakat indonesia berpaling dari bagian kebudayaan, dan beralih kepada kehidupan modern yang serba praktis dengan intensitas interaksi yang minim.
Bahkan di tahun 2022, 4.200 pasar tradisional yang tersebar di berbagai wilayah lenyap dialih fungsi menjadi pasar modern yang dimonopoli oleh perusahaan retail raksasa maupun infrastruktur lain yang juga melibatkan perusahaan.
Belum lagi pasar tradisional juga mulai ditinggalkan karena masifnya kehadiran mini market yang lebih dekat dengan konsumen dan tersebar hampir di setiap wilayah. Melihat fakta masifnya pembangunan pasar modern, angka tersebut masih sangat mungkin bertambah lebih besar di tahun 2023.
Perebutan ruang antara pasar tradisional dan pasar modern menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Pemerintah bukan tidak menyadari fungsi pasar tradisional sebagai penggerak ekonomi kerakyatan di mana puluhan juta orang, menggantungkan hidupnya di sana.
Namun sebagai pemegang otoritas politik, pemerintah kerap tidak menunjukan keberpihakannya.
Untuk mengentaskan permasalahan tersebut, diperlukan langkah afirmatif yang serius dari pemerintah. Pembatasan pembangunan pasar modern harus segera dimulai.
Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan penataan pasar tradisional agar dapat kembali diminati konsumen. Tentu upaya tersebut harus dilakukan dengan melibatkan secara aktif seluruh pelaku dalam pasar tradisional.
Penulis: Risma Sabel/ Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung