Sekilas Indonesia | JAKARTA
Panitia Khusus (Pansus) Stabilitas Harga Tandan Buah Segar (TBS) dan Syarat Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Kep. Babel) yang diketuai Aksan Visyawan datangi Dirjen Perkebunan Kementrian Pertanian RI Rabu (09/08/23).
Menurut Aksan bahwa selama ini ada perbedaan harga yang cukup jauh antara petani mitra (plasma) dengan petani swadaya/mandiri. Sehinga seolah-olah pemerintah hanya mengatur harga bagi para petani plasma.
“Selama ini petani plasma (kemitraan) harga jual TBS cukup tinggi, tetapi bagi petani swadaya harga jual TBS jauh dibawah harga yang ditetapkan oleh pemerintah”, ujar Politisi PKS ini.
Menanggapi hal tersebut Sub Koordinator Pasar Domestik, Elvyrisma mengatakan didalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun tidak ada yang namanya perkebunan plasma yang ada pekebun mitra (plasma atau swadaya). Selama petani memiliki perjanjian kerjasama dengan perusahaan pemerintah wajib hadir.
Tujuan kemitraan ini sendiri untuk mengontrol kualitas dari CPO yang dihasilkan. Sehingga petani yang memiliki kebun harus mengikuti syarat dan aturan yang ditetapkan perusahaan mulai dari asal usul tanaman, pemilihan bibit, pemupukan sampai ke pendistribusian TBS dari kebun ke pabrik.
“Gimana kita mau memberikan harga yang standar kalau standar mutunya tidak diketahui,” ujar Elvi.
Ditambahkannya bahwa di dalam regulasi tersebut tidak membeda-bedakan mana petani swadaya mana petani plasma, sehingga setiap petani dapat melakukan kemitraan dengan perusahaan. Untuk itu pemda harus memperkuat kelembagaan dalam melakukan pengawasan sehingga dapat mendorong fasilitasi kemitraan antara petani (swadaya/plasma) dengan PKS.
“Selama perusahaan itu kapasitas produksinya masih memungkinkan, itu wajib menerima kemitraan dan asal-usulnya jelas,” tegasnya.