Sekilas Indonesia | Bandar Lampung
Afirmasi action dari UU No 7 tahun 2017, tentang Keterwakilan Perempuan 30%, diabaikan’, hal tersebut ditegaskan Bendahara DPD Kaukus Perempuan Politik (Indonesia) KPPI Lampung Budhi Condrowati. Paska diumumkannya anggota Komisioner Bawaslu Lampung periode 2023 – 2028.
“Ini keputusan yang keliru, harusnya BAWASLU RI memberikan contoh yang baik. Agar, dalam menjalankan tugas, kewenangan dan fungsinya bisa berjalan sesuai harapan kita semua,” kata Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Lampung, Budhi Condrowati, Kamis (27/07/2023).
Menurutnya, penegasan yang diutarakan bentuk keprihatinan sekaligus mempertanyakan keseriusan BAWASLU RI dalam mendorong demokrasi yang berkualitas dan adil bagi perempuan. Karena, Ketika tahapan pemilu berlangsung, partai yang mendaftarkan calon legislatifnya diwajibkan mengajukan bakal calon yang di dalamnya ada keterwakilan perempuan minimal 30 persen.
“Untuk Bacaleg wajib, sedangkan untuk penyelenggara pemilu justru tidak menjalankan kebijakan afirmatif tersebut,” kata Condrowati.
Oleh karena itu, anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung tersebut meminta agar tim BAWASLU RI menjelaskan dasar dan alasan atas keputusannya. “Tolong jelaskan ke publik atas keputusan yang diambil. Agar, semua jelas dan tau. Tidak memiliki menimbulkan persepsi yang berbeda, khususnya bagi peserta Pemilu,” ungkapnya.
Hal Senada diungkapkan, perwakilan Koalisi Perempuan untuk Demokrasi Lampung, Handi Mulyaningsih mempertanyakan komitmen Pimpinan Bawaslu RI yang tidak meloloskan perempuan sebagai Anggota Bawaslu Lampung. Sebab, keputusan tersebut tidak memenuhi ketentuan dalam UU No 7 Tahun 2017, tentang Pemilu pada pasal 92 Ayat 11 yang menyebutkan bahwa Komposisi keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%.
“Kebijakan afirmasi untuk perempuan semestinya memberi kesempatan keterwakilan 30 persen perempuan untuk menduduki posisi jabatan penting di lembaga penyelenggara/pengawas pemilu,” kata Handi.
Sebab, Akademisi Unila tersebut melanjutkan. Penegasan yang diutarakan demi meningkatkan kualitas demokrasi yang setara dan adil bagi perempuan. “Penerapan kebijakan afirmasi harus secara sungguh-sungguh dilakukan, bukan sekadar himbauan apalagi mengabaikan prinsip keterwakilan perempuan,” pungkasnya.