SEKILASINDONESIA.ID, LEBAK – Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Badak Banten Perjuangan (BBP) berunjuk rasa di depan pintu masuk perusahaan Tambak udang milik Frans di Pasir Putih (Pasput), Desa Pondok Panjang, Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, Kamis, (27/01/2022).
Ratusan peserta aksi itu langsung dibawah komando Ketua DPC Kabupaten Lebak dan 3 Kordinator lapangan (Korlap), meminta agar tambak udang milik Frans Kurnianto dihentikan.
Disebutkan dalam pers rilisnya, BBP menduga perusahan tambak udang tersebut melanggar Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau terpencil yang kemudian diturunkan dalam Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 21 Tahun 2018 tentang tata cara penghitungan penghitungan sempadan pantai, Bab 1 pasal 2.
“Selain itu, tambak udang tersebut juga diduga kuat belum menyelesaikan seluruh instrument perijinannya termasuk pengelolaan limbah,” kata Erot Rohman, ketua DPC BBP Kabupaten Lebak.
Dalam aksi itu, BBP pun melakukan aksi tutup tambak udang tersebut dengan membentangkan spanduk dan dipasangnya di pagar (pintu masuk). BBP mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lebak segera menutup perusahaan yang diduga berdiri di atas tanah negara itu.
“Karena Pemerintah tidak berani menutup, maka hari ini kami Badak Banten Perjuangan akan menutupnya,” tegas Erot.
Tak hanya di lokasi Tambak Udang milik Frans, BBP pun melanjutkan aksinya ke lokasi tambak udang PT. Joncen yang berlokasi di wilayah Kecamatan Wanasalam.
“Sebetulnya kita berencana melakukan aksi di setiap titik tambak udang, akan tetapi itu tidak akan selesai dilakukan dalam satu hari. Gerakan kita tidak akan selesai sampai disini, PR kita selanjutnya adalah membawa persoalan ini ke pihak DPRD Lebak, kita punya wakil rakyat, kepada merekalah kita adukan, karena sejatinya mereka kita pilih sebagai penyambung lidah rakyat. Minggu besok (depan) kita lakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPRD Lebak, apabila tidak didengar, maka kita turun kembali ke jalan dengan masa yang lebih banyak lagi,” terang Erot.
Menanggapi aksi tersebut, Kuswandi, pengelola (perwakilan) Tambak udang Milik Frans, mengatakan, demo adalah hak setiap warga yang dilindungi oleh undang undang, ya sah sah saja.
“Sebelumnya kami mendapatkan rillis lewat WhatsApp tentang Pemberitahuan Aksi Unjuk Rasa dengan Kop Surat Dewan Pimpinan Pusat Ormas Badak Banten Perjuangan Kabupaten Lebak, yang ditujukan Kepada Bapak Kapolres Lebak, dengan tuntutan aksi : Mendesak Pemda dan DPRD Lebak untuk menutup Tambak Udang yang diduga bermasalah. Kami menilai bahwa itu kewenangannya ada mereka (pihak terkait),” katanya.
Lanjut Kuswandi, dari awal membangun tambak kami sudah menempuh perijinan, dalam pengurusan ini kami menggunakan jasa konsultan perijinan.
“Sebelum berlaku Undang Undang Cipta Kerja No 11/2020 kami sudah menempuh perijinan baik yang kewenangannya ada di Propinsi maupun Kabupaten, Kemudian pertengahan tahun 2021 diberlakukan Undang Undang Cipta Kerja No 11/2020 yang di sosialisasikan di pertengahan bulan Desember 2021. Mengacu Undang-Undang tersebut kami mengurus lagi, melalui OSS Alhamdulillah ijin sudah terbit 90% , kurang 1 ijin lagi yang belum keluar yaitu PBG (Persetujuan Bangunan Gedung),” terangnya.
Atas aksi penutupan itu, Kuswandi pun menuturkan, yang berhak menutup ijin adalah pihak yang berwenang, kami keberatan jika tambak ditutup kami masih harus keluar biaya operasional, listrik maupun gaji karyawan. Kalau ditutup artinya investasi kami rugi, karyawan mau dikemanakan? siapa yang bayar.
“Intinya, kalau memang kami dianggap salah kalau ditutup oleh pihak berwenang ya itu konsekwensi. Tetapi kami berharap untuk tidak ditutup. Harapannya, PBG kami segera diterbitkan sehingga kami bisa berusaha dengan nyaman. Harapan kami kepada semua pihak memahami bahwa usaha kami mempunyai legalitas walaupun belum lengkap, jadi kita bisa ikut kontribusi kepada lingkungan dan pembangunan Kabupaten Lebak,” pungkasnya.
(Usep).