CARACAS – Pada tanggal 21 November mendatang Republik Bolivarian Venezuela akan kembali menggelar pemilihan umum. Ini adalah Pemilu ke-29 yang dilaksanakan dalam 22 tahun terakhir sejak reformasi politik besar-besaran yang dilakukan Hugo Chavez pada 1999.
Di dalam Pemilu 21N ini rakyat Venezuela akan memilih 23 gubernur negara bagian, 2.471 anggota lembaga legislatif di ke-23 negara bagian, 335 walikota, dan 253 legislator yang mewakili ke-23 negara bagian yang jumlah untuk setiap negara bagian ditentukan dari jumlah populasi negara bagian.
Dua pemilu terakhir yang digelar Venezuela adalah pemilihan presiden di bulan Mei 2018 dan pemilihan anggota Majelis Nasional pada Desember 2020.
Dalam Pilpres 2018, Nicolas Maduro berhasil mempertahankan kekuasannya sebagai presiden setelah mengalahkan dua kandidat utama lainnya, yakni Henri Falcon dari Partai Avanzada Progresista dan Javier Bertucci dari Partai El Cambio.
Dua kandidat lain dalam Pilpres 2018 adalah Reinaldo Quijada dan Luis Alejandro Ratti. Keduanya tidak memperoleh suara yang signifikan.
Pilpres 2018 diikuti 9,2 juta pemilih dari 20,5 juta pemilik suara yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Sementara dalam Pemilu Majelis Nasional, koalisi Gran Polo Patriotico Simon Bolivar yang juga dikenal dengan nama Great Patriotic Pole (GPP) berhasil menguasai 253 kursi dari 277 kursi Majelis Nasional.
Koalisi besar ini terdiri dari Partido Socialista Unido de Venezuela (PSUV) yang dipimpin Maduro yang memperoleh 219 kursi, dan delapan partai pendukung lain.
Sementara kubu oposisi Allianza Democratica hanya memperoleh 18 kursi. Partai Avanzada Progresista dan Partai El Cambio bergabung dalam koalisi ini. Adapun 6 kursi lainnya diduduki Aliansi Venezuela bersatu (2 kursi), Rakyat Revolusioner Alternatif (1 kursi), dan wakil masyarakat adat (3 kursi).
Sebanyak, 6,3 juta pemilih dari 20,7 juta pemilik suara yang terdaftar dalam DPT berpartisipasi dalam Pemilu Majelis Nasional 2020.
Pemantau Internasional
Seperti Pilpres 2018, dalam Pemilu 21N ini Consejo Nacional Electoral (CNE) atau Dewan Pemilihan Nasional juga melibatkan pemantau internasional dari sejumlah negara. Mengingat skala pemilihan umum yang begitu besar, sehingga pemilu ini disebut sebagai mega-pemilu, jumlah pemantau pemilu internasional yang dilibatkan juga lebih banyak dari Pilpres 2018.
Menurut CNE, tidak kurang dari 300 pemantau internasional diundang untuk menyaksikan langsung jalannya pemilu. Enam di antaranya dari Indonesia.
Keenam pemantau dari Indonesia itu berasal dari tiga organisasi, pertama Non-Aligned Movement Centre for South-South Technical Cooperation (NAM CSSTC), Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).
Delegasi NAM CSSTC terdiri dari Dubes Diar Nurbiantoro, Eddy Supriyatno, dan Niken Supraba.
Lalu dua pemantau KPU RI adalah Komisioner KPU RI Arif Budiman dan Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) KPU RI Sumariyandono.
Sementara dari JMSI diwakili oleh Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) yang juga CEO RMOL Network Teguh Santosa.
“Pemilu lokal Venezuela kali ini juga memiliki arti penting lain karena dipandang sebagai bagian dari pembicaraan damai antara kelompok yang saat ini berkuasa dengan kubu oposisi yang digelar beberapa waktu lalu di Meksiko,” ujar Teguh Santosa dalam keterangannya dari Caracas, Venezuela.
Ia menambahkan, dirinya merasa terhormat kembali dilibatkan dalam misi pemantauan internasional ini. Sebelum mega pemilu ini, Teguh juga memantau Pilpres 2018 lalu.
Dari 23 negara bagian Venezuela, pemantau pemilu internasional akan dikirimkan ke 8 negara bagian yakni Caracas sebagai Capital District, Miranda, La Guaira, Aragua, Carabobo, Zulia, Lara, dan Yaracuy.
Teguh mengatakan, dirinya akan memantau pemungutan suara Maracaibo, ibukota negara bagian Zulia yang berada di sisi barat Venezuela, sekitar 1 jam penerbangan dari Caracas.
Zulia merupakan negara bagian dengan populasi terbanyak di Venezuela, yakni sekitar 4,4 juta jiwa.
Kota Maracaibo terbilang unik karena berada persis di pertemuan Teluk Venezuela dan Danau Maracaibo, dan merupakan negara bagian yang kaya minyak.
Selain di Venezuela, Teguh juga pernah memantau pemilu di Republik Federasi Mikronesia tahun 2009 dan referandum konstitusi di Kerajaan Maroko pada 2011. []