OpiniPendidikan

3 Dosen Prodi Ilmu Hukum UNM, Hasilkan Riset Progresif di Bidang Hukum Perdata

×

3 Dosen Prodi Ilmu Hukum UNM, Hasilkan Riset Progresif di Bidang Hukum Perdata

Sebarkan artikel ini

MAKASSAR – Dosen Universitas Negeri Makassar (UNM) Fakultas Ilmu Sosial Program Studi Ilmu Hukum telah melakukan riset sebagai bentuk aktualisasi yang merepresentasikan Tri Darma Perguruan Tinggi yakni “Penelitian”.

Riset yang dimotori oleh Dr. Herman sebagai ketua bersama Prof. Heri Tahir dan Ririn Nurfaathirany Heri dengan judul Analisis Kritis Terhadap Daya Batas Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”. Menghasilkan suatu pembahasan yang komprehensif dan progresif.

Click Here

Dipahami dari inti sari hasil risetnya menyimpulkan bahwa perlu dipahami paradigma yang terbangun dalam asas kebebasan berkontrak sesuai rentetan sejarah adalah paradigma bebas dan terbuka.

Kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian sangat individualistik, sehingga orientasi kepentingan hanyalah mengakomodir kepentingan individu tanpa memerhatikan nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

Dewasa ini, seiring perkembangan dan dinamika dalam hukum perjanjian, asas kebebasan berkontrak kini dapat dimaknai sebagai asas yang tidak lagi menitikberatkan pada kepentingan individu, hal tersebut tercermin dari beberapa pasal yang termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai pembatas dari asas kebebasan berkontrak.

Asas kebebasan berkontrak terbingkai oleh pasal-pasal lain dalam satu kerangka sistem hukum kontrak yang saling berkaitan, diantaranya; Pasal 1320 KUHPer sebagai syarat sahnya perjanjian, Pasal 1335 KUHPer yang melarang dibuatnya kontrak berdasarkan causa yang palsu atau terlarang, Pasal 1337 KUHPer suatu sebab terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum, Pasal 1338 (3) KUHPer bahwa kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik, Pasal 1339 KUHPer bahwa perjanjian yang terikat dengan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.

Kebiasaan yang dimaksud dalam pasal 1339 bukanlah kebiasaan setempat, akan tetapi ketentuan-ketentuan yang dalam kalangan tertentu selalu diperhatikan, Pasal 1347 KUHPer mengatur mengenai hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya disetujui untuk secara diam-diam dimasukan kedalam kontrak.

Maka dengan mengaitkan satu sama lain pasal-pasal dalam KUHPer mengenai ketentuan-ketentuan dalam melakukan perjanjian, maka kebebasan berkontrak tidak hanya dijamin dalam hukum perjanjian, namun pada saat bersamaan kebebasan tersebut harus dibingkai oleh rambu-rambu hukum lainnya.

Sudah sepatutnya kebebasan berkontrak tidak lagi dipahami sebagai asas yang liberal yang memungkinkan terjadinya perjanjian yang berat sebelah, sekaligus menghilangkan dogma dan stigma bahwa asas tersebut berlaku mutlak tanpa adanya pembatasan dalam undang-undang khususnya dalam hukum perjanjian.

Menyoroti Dominasi Dalam perjanjian

Dewasa ini, praktek perjanjian sering kali terjadi ketimpangan posisi dimana ada salah satu pihak superior dan pihak lainnya inferior.

Posisi yang tidak seimbang justru menimbulkan dorongan untuk melakukan dominasi dalam pembuatan perjanjian. Akibatnya, selalu saja ada pihak yang dirugikan akibat posisi tawar yang lemah dibandingkan dengan pihak lainnya.

Salah satu yang membatasi hukum agar tidak disalahgunakan oleh orang yang memiliki kekuasaan adalah moral, dalam ilmu hukum dikenal dengan istilah “Misbruik Van Omstandigheden” (penyalahgunaan keadaan) yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai moral yang berkembang dalam lapangan hukum perjanjian.

Ajaran penyalahgunaan keadaan merupakan pengembangan dari cacat kehendak yang tidak diatur dalam undang-undang, tetapi merupakan konstruksi yang berkembang dalam lapangan peradilan melalui yurisprudensi.

Seiring dengan pembatasan kebebasan berkontrak yang terdapat di dalam maupun di luar KUHPer tersebut, maka dalam doktrin, kecenderungan membatasi kebebasan berkontrak terutama pengejewantahan dalam pemberian peran yang lebih penting terhadap pengertian kepatutan dan kelayakan (redelijkheid en bijlijkheid) kesusilaan yang baik, dan ketertiban umum, karenanya ketika kontrak dibuat, nilai-nilai tersebut sepatutnya diakomodir.

Pentingnya Peran dan Pemahaman Hakim

Dengan demikian dinamika dalam pembatasan asas kebebasan berkontrak semakin berkembang seiring munculnya doktrin dan berdasarkan yurisprudensi.

Dalam perkembangannya hakim dipandang memiliki peran penting dalam perjanjian untuk mencegah terjadinya pelanggaran moral dalam aspek keadilan dan kepantasan.

Kewenangan tersebut dapat dilakukan dengan mengurangi, menambahkan, bahkan meniadakan sama sekali atau membatalkan kontrak yang menyimpangi rasa keadilan. Sebagaimana hal tersebut sejalan dengan apa yang menjadi tujuan hukum dan moral yaitu merealisasikan keadilan dan kepatutan. (*)

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d