OPINI – Universitas adalah Institusi perguruan tertinggi di bidang pendidikan. Dalam konteks peradaban hari ini Universitas menjadi tempat terbaik bagi orang tua untuk “menitipkan” anaknya ke institusi yang bernaung di kementerian pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) maupun di kementerian agama.
Tindakan itu berbabis harapan besar untuk menjadikan seorang anak dapat melampiaskan hobi dan mengasah keahliannya sehingga terbentuk karakter yang memiliki tanggungjawab, bermoral dan berintegritas.
Dengan modal karakter tersebut harapan besar orang tua tidak lain agar anaknya dapat menggapai cita-citanya.
Universitas menjadi “tempat produksi” para intelektual hingga ilmuwan. Menurut KBBI Intelektual berarti cerdas, berakal, berpikiran jernih yang berdasar pada ilmu pengetahuan. Hematnya, seseorang yang memiliki kecerdasan yang tinggi, totalitas dan kesadaran yang terkait pada pemikiran dan pemahaman yang sesuai bidang keilmuannya.
Namun muncul pertayaan siapakah yang sering diidentikkan sebagai kaum Intelektual itu?
Mereka lah para pemuda yang tidak hanya vocal di ruang-ruang kelas meneriakkan segala kebuntuan bangsa ini, melainkan mereka yang aktif sebagai agen perubahan.
Menjadi aktor di tengah-tengah realitas sosial merekalah intelektual progresif. Berbeda halnya dengan mereka yang hanya mampu berwacana di ruang kelas, fokus dengan akademiknya, penampilan yang selalu keren, namun tidak peka dengan lingkungan sekitarnya. Terutama dalam menjawab masalah bangsa ini. Merekalah Intelektual mekanik.
Dunia akademik menjadi pasaran yang laris di era kekinian. Banyak mereka yang “terpaksa” melanjutkan studinya, hanya untuk mendapatkan status Mahasiswa.
Tapi banyak juga diantara mereka yang serius melanjutkan studinya demi mendapatkan selembar kertas yang bertuliskan ijazah. Tuntutan pekerjaan menjadi alasan kuat mereka melanjutkan studi.
Realitas sosial telah membentuk opini publik yang mengatakan ijazah SMA “tidak laku” lagi. Hal ini salah satu penyebab orang tua berlomba-lomba menyekolahkan anaknya hingga tingkat perguruan tinggi. Ada rasa terhormat bagi mereka orang tua yang anaknya menempuh bangku kuliah.
Namun yang menjadi kekhawatiran bersama, ketika mereka yang mengaku sebagai mahasiswa tidak dapat mengeksternalisasi dirinya ke dalam realitas sosial.
Bagi penulis, ada 5 tipologi Mahasiswa yang secara masif terjadi di beberapa universitas. Pertama, mereka yang datang ke kampus layaknya selebritis.Mulai dari sepatu, jeans, kemeja, tas, handphone hingga motor semuanya dari barang yang bermerek dan bergaul hanya dengan mereka yang memiliki penampilan serupa. Kedua, mereka yang hadir di kampus layaknya para predator.
Mereka yang hobi menebar pesona kepada semua gadis di kampus.Ketiga, mereka yang datang ke kampus hanya semata-mata mengejar mata kuliah dan mengharapkan IPK yang tinggi sehingga semua jurus dipakai untuk mendekati para dosen. Keempat, mereka yang hadir ke kampus layaknya seorang pejuang kemerdekaan alias aktivis. Dimana organisasi menjadi fokus utama mereka dalam berproses sehingga tujuan utama yakni kuliah terabaikan.
Yang terakhir, mereka yang paling disiplin layaknya seorang prajurit TNI, mereka sering di sebut 3 D + 3 K , datang, duduk, diam + kampus, kost, kampung. Dimana kah posisi kalian?
Intelektual progresif dialah seorang aktivis akademik sekaligus aktivis lapangan. Berteriak dengan tulisannya, menyuarakan aspirasi rakyat dengan Toa nya.
Intelektual progresif merekalah yang sukses akademik dan sukses organisasi. Yang menjadi perpanjangan tangan masyarakat dalam menghadapi segala kebijakan pemerintah yang menyulitkan rakyat.
Merekalah yang menyuarakan petisi-petisi atas namakemanusiaan demi terwudjudnya kesejahteraan yang berimplikasi pada kepentingan rakyat bukan para penguasa.
Narasi saya diatas, menggambarkan seorang Mahasiswa Progresif Ilmu Politik UIN Alauddin Makassar Angkatan 2017 bernama Muh.Nurhidayat alias yayat yang sejak Awal Oktober 2020 telah ditahan di Polda Sulsel dikarenakan ikut serta dalam aksi menolak kebijakan pemerintah yakni OMNIBUS LAW. Namun hingga saat ini, adik kami itupun belum dibebaskan.
Kabar terakhir yang saya dapatkan bahwa kasus ini dalam proses pengurusan untuk kebebasan adik kita kami Nurhidayat.
Di sisi lain statusnya yang masih terdaftar sebagai seorang mahasiswa di UIN Prodi Ilmu Politik seakan ingin dihapuskan alias DO karena persoalan belum membayar SPP yang berkisaran 3 juta rupiah.
Persoalan ini tentu menambah beban dan menjadi polemik baru bagi adik kami. Maka dari itu, atas namakeluarga besar Ilmu Politik dan Alumni UINAM meminta keikhlasan dan dukungan doa, moril serta materi untuk adik kami Nurhidayat, agar dapat diberi lagi kesempatan menghirup udara akademik di Prodi Ilmu Politik selepas dari tahanan.
Sebagai alumni kami pun meminta kebesaran hati Civitas Akademik jurusan Ilmu Politik untuk memberi kebijaksanaan terkait persoalan akademik Adik kami Nur Hidayat yang saat ini masih dalam proses pembebasan.
Walaupun adik kami, punya masalah akademik dan selama ini terkesan “Nakal” tolong untuk dibina dan diarahkan ke jalur yang semestinya.Sejatinya seorang pendidik ialah mereka yang mampu memanusiakan manusia. Semoga Amal dan Keikhlasan Bapak/Ibu Dosen di Jurusan menjadi syafaat di hari akhir kemudian. Amin.
Wallahu Alam Bissawab.
Penulis : Fauzi hadi Lukita (Alumni Ilmu Politik, UIN Alauddin)