OPINI – Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kearifan lokal terdiri dari 2 kata, kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local wisdom dapat dipahami sebagai nilai, pandangan setempat yang bernilai suatukebijaksanaan, bernilai baik yang tertanamdalam masyarakat dan diikuti oleh masyarakat.Kearifan lokal juga dapat dimaknai sebagaisuatu identitas budaya suatu daerah atau bangsa.
Pasca pemilihan serentak Bupati / Wakil Bupati, Walikota / Wakil Walikota pada Desember kemarin ini. Jika jadwal tidak bergeser, direncanakan pelantikan kepala daerah terpilih akan dilaksanakan bulan Februari 2021.
Tentunya banyak harapan masyarakat yang diberikan kepada para pemimpin yang terpilih dengan memberikan kemajuan kepada daerah yang dipimpinnya dan memberikan kehidupan yang jauh lebih baik untuk masyarakat.
Kaitannya dengan nilai kearifan lokal siri napacce adalah upaya seorang pemimpin di Sulawesi Selatan untuk memimpin daerah dengan menanamkan nilai-nilai kearifan lokal dalam kepimpinannya.
Di daerah Sulawesi Selatan sendiri terdapat beberapa kearifan lokal. Satu diantaranya adalah ”siri na pacce” yang memiliki makna dan nilai yang sangat mendalam. Bahkan dapat menjadi filosofi hidup dalam bermasyrakat di Sulawesi Selatan pada umumnya dan bagi suku Makassar secara khusus.
Siri’ na Pacce merupakan prinsip hidup bagi suku Makassar. Beberapa definisi siri’ na pacce telah dikemukakan oleh beberapa para pakar budaya dan adat. Diantara definisi tersebut penulis menggolongkannya ke beberapa golongan yakni:
Semua jenis siri’ tersebut dapat diartikan sebagai harkat, martabat, dan harga dirimanusia, khususnya harga diri masyarakat Sulawesi Selatan.
Jenis siri’ yang pertama dimaksudkan seseorang akan merasa malu jika melakukan perbuatan yang buruk bahkan dapat merugikan orang lain.
Sedangkan jenis siri’ yang kedua adalah siri’ yang dapat memberikan motivasi untuk meraih sukses. Misalnya, kalau melihat orang lain sukses atau daerah lain sukses, kenapa kita tidak? Contoh yang paling konkrit, suku Makassar biasanya banyak merantau ke daerah mana saja.
Sesampai di daerah tersebut mereka bekerjakeras untuk meraih kesuksesan. Kenapa mereka bekerja keras? Karena mereka nantinya malu bila mana pulang kampong tanpa membawa hasil. Salah satu ungkapan Makassar berbunyi:
“Bajikangngangi mateya ri pakrasanganna tauanakanre gallang-gallang na ammotere natenawaaselekna” (lebih baik mati di negeri orang dimakan cacing tanah, dari pada pulang tanpa hasil).
Maksud ungkapan diatas bermakna bahwa kalau merantau di kampung orang lalu pulang tanpa hasil, akibatnya akan dicemohkan oleh masyarakat di daerahnya, tapi kalau ia meraih sukses, maka ia dapat dijadikan teladan bagi masyarakat lainnya.
Jika ungkapan diatas ditarik kepada kaitannya dengan nilai demokrasi yang ada, yaknimenjalankan kepemimpinan dengan baik, maka sudah seharusnya para pemimpin daerahyang terpilih pada pilkada serentak Desember2020 kemarin dapat menjalankan amanah dengan baik, menjaga kepercayaan dengan sebaik-baiknya dan tidak mempermalukan masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya dengan melakukan korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau lebih dikenal dengan istilah KKN.
Serta amanah yang diberikan itumemberikan dampak positif bagi daerah yang dipimpinnya baik dari segi pembangunan daerah, dan kesejahteraan rakyat terlebihdalam situasi pandemic sekarang ini.
Hal itudapat dilaksanakan jika ada koordinasi yang baik antara pihak legislatif selaku anggota parlemen dan pihak yudikatif selaku pengawas dalam pelaksanaan kebijakan.
Selanjutnya jenis siri’ yang ketiga adalah siri’ yang berarti malu-malu. Siri’ seperti sebenarnya ada akibat positif dan negatif nya.Misalnya akibat positif dari siri’siri’ ini, seorang pemimpin atau kepala daerah disuruh untukmelakukan korupsi, lalu dengan tegasnya iamenolak itu dengan alasan ia memegang teguh falsafah Makassar yakni siri’ siri’, dikarenakanamanahnya dapat membuat malu keluarga dan dirinya sendiri jika ia melakukan hal tersebut.
Selanjutnya istilah pacce digunakan dalambudaya Makassar sebagai makna perasaanpedih dan perih dirasakan meresap dalamkalbu seseorang karena melihat penderitaanorang lain, dengan kata lain pacce inibermakna kepekaan terhadap suatu masalah.
Dari pengertian diatas, maka jelaslah bahwa pacce itu dapat memupuk persatuan dan solidaritas antar masyarakat agar maumembantu seseorang atau sekolmpok masyarakat yang mengalami kesulitan.
Sebagai contoh dalam realita sekarang, jikasebuah desa terpencil masih kekurangan sarana irigasi air bersih dan selama itu hanya mengkonsumis air dari sungai sebagai air minum, maka pihak pemerintah juga anggota masyarakat lainnya harus tanggap dan peka untuk membantu memvasilitasi irigasi air bersih.
Budaya pacce seperti inilah yang patutditanamkan kepada seluruh pemerintah dananggota masyarakat pada umumnya.
Antara siri’ na pacce ini keduanya harus saling mendukung satu sama lain, terlebih dalam konteks pemilihan kepala daerah (PILKADA)yang telah dilaksanakan serentak di 2020 kemarin.
Seorang Bupati dan Wakil Bupati terpilih yang berkampanye dan mengumbar program kerja dan janji buat masyarakat harus menanamkan falsafah siri’ na pacce ini sebagaibudaya Makassar yang harus dijaga dan ditanamkan dalam dirinya. Jika ia memegangteguh falsafah ini maka sudah sepatutnya ia mengimplementasikan janjinya dan bukan janjipalsu demi kebutuhan suara baginya.
Para pemimpin dan kepala daerah harus siri’ jika ia terpilih lantas perlakuannya memalukan masyarakat Makassar pada umumnya dan terlebih pada keluarga dan dirinya sendiri.
Juga ia harus berprinsip pacce terhadap apa yang menjadi kekurangan dan masalah dalam masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya dandaerahnya pada khususnya.
Jika seorang bupati dan wakil bupati, Walikota dan Wakil Walikota terpilih memilki dan menanamkan budaya pacce ini, maka dapat dipastikan demokrasi substansial yang menjadi kekurangan dan kebutuhan masyarakat pada saat ini dapat terwujud.
Lantas sekarang, kita lah semua yang menentukan kemajuan bangsa ini dengan mengawal nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki, dan menanamkan budaya siri’ napacce demi kemajuan Negara dan daerah tercinta ini.
Serta demi kesuksesan dankesejahteraan rakyat Indonesia menujumasyarakat yang cerdas, sehat dan makmuryang merupakan pilar demokrasi substansial.
Penulis : Radhie Munadi (Dosen UINAM dan Alumni Sekolah Demokrasi Gowa 2014)