DaerahHuKrim

Soal Ijin Pulomas, Setelah Disebut Penyesuaian, Kini Mulkan Sebut Diskresi

×

Soal Ijin Pulomas, Setelah Disebut Penyesuaian, Kini Mulkan Sebut Diskresi

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi

BANGKA-Bupati Bangka, Mulkan SH. MH menjelaskan bahwa perpanjangan ijin PT. Pulomas Sentosa pada tanggal 05 Mei 2020 lalu merupakan langkah diskresi yang diambil oleh pemerintah.

Mulkan beralasan bahwa langkah diskresi tersebut mengacu dari pasal 9 UU nomor 30 tahun 2014 tantang administrasi negara. Statement Mulkan selaku Bupati ini terkesan kontraversi dengan statement Kabag Perekonomian Bangka, Rudiansyah sebelumnya.

Click Here

Dimana dia mengatakan bahwa perpanjangan ijin PT. Pulomas selama 4 tahun tersebut adalah penyesuaian dengan Permenhub RI nomor 125 tahun 2018, katanya ke Wartawan, Senin lalu (12/10/20).

Demikian disampaikan Mulkan dalam acara jumpa pers dan silaturahmi di kediaman nya bersama belasan wartawan Jumat (16/10/20).

Mulkan juga mengatakan bahwa Diskresi yang dilakukannya tersebut sudah disertai dengan legal opinion (LO) atau pendapat hukum dari Kepala Kejaksaan Negeri Sungailiat pada saat itu.

“Saya meyakini bahwa perpanjangan ataupun penyesuaian yang diberikan kepada PT. Pulomas terkait Persetujuan Kegiatan Kerja keruk tersebut sudah benar dalam alngkah diskresi,” kata Mulkan.

Menurutnya, kenapa pada saat itu kita perpanjangkan untuk sementara. Saat itu Bupati ingin melakukan beauty kontes. Tapi belum ada satupun yang mengikuti. Jadi dengan  dasar perpanjangan kita juga lakukan perpanjangan, itu kan ada dasar hukum pak, legal opening (legal opinion-red) dari pada Kejaksaan. Jadi bukan ujuk ujuk Bupati tanda tangan, tidak.

“Aspek hukumnya bagaimana? Jadi saya sampaikan tadi jika ini batal demi hukum, sampaikan saja ke lembaga hukum. Pada hari ini kami sampaikan secara aturan. Kita punya hak Diskresi, buka Pasal 9 UU no 30 tahun 2014 tentang administrasi Pemerintah. Apabila suatu situasi yang kurang memungkinkan, pejabat pemerintah boleh mengambil hak. Dan ini salah satunya. Itu perpanjangan bukan makan waktu, satu hari dua hari terus tanda tangan bang, ada paparan begini-begini dan seterusnya,” jelas Mulkan di hadapan sejumlah wartawan.

Sebelumnya Pihak Pemkab Bangka melalui Kabag Perekonomian, Rudiansyah membantah pemberitaan yang menyebutkan pihaknya telah memperpanjang Surat Ijin Kerja Keruk (SIKK) PT. Pulomas Sentosa.

Rudiansyah beralasan, bahwa Keputusan Bupati Bangka nomor: 188.45/1200/V/2020 tentang Persetujuan Kepada PT. Pulomas Sentosa untuk melaksanakan kegiatan kerja keruk yang berlokasi di alur muara dan kolam pelabuhan perikanan nusantara Sungailiat, adalah penyesuaian dari Permenhub RI 125 Tahun 2018.

Atas dasar dalih tersebut Pemkab Bangka mengaku tidak pernah melakukan perpanjangan SIKK milik PT. Pulomas Sentosa. lebih dari 1 kali, namun penyesuaian dari perpanjangan pertama selama 6 bulan menjadi 4 tahun.

“Intinya itu penyesuaian, bukan perpanjangan. Perbedaannya kalau SIKK itu mengacu pada Permenhub RI yang lama, sedangkan Persetujuan Kegiatan Kerja Keruk tersebut ada petunjuk teknisnya bahkan contoh format perijinannya. Kalau SIKK itu tidak diatur secara spesifik dalam peraturan menteri perhubungan yang lama. Saya lupa itu Pemenhub nya nomor berapa. Tapi kira-kira itulah perbedaannya. Jadi bukan perpanjangan ya, tapi penyesuaian,” jelas Rudiansyah.

Keterangan yang diberikan oleh Rudiansyah sendiri terdengar tak singkron dengan naskah yang menjadi isi dari PKKK yang dikeluarkan Bupati. Pasalnya petikan konsideran huruf (b) tertulis “Bahwa berdasarkan surat nomor 008/PMS/II/2020 tanggal 11 Februari 2020 perihal permohonan perpanjangan Surat Ijin Kerja Keruk dalam rangka melaksanakan pengerukan PT. Pulomas Sentosa berencana akan melakukan perpanjangan Kegiatan Kerja Keruk yang berlokasi di alur muara dan kolam Pelabuha Perikanan Nusantara Sungailiat”.

Sementara itu, terpisah praktisi hukum DR. Adistya Sunggara SH menjelaskan bahwa persetujuan dalam produk hukum permerintah tidak memiliki legitimasi. Praktisi hukum kondang ini mengatakan bahwa Ijin seharusnya tidak bicara soal persetujuan, akan tetapi harus benar-benar ketetapan yang memiliki legitimasi hukum.

“Secara hukum, yang namanya persetujuan itu, artinya produk nya tidak mempunyai legitimasi hukum, itu sifatnya hanya rekomendasi. Tapi sebenarnya, kepemerintahan secara administrasi itu, tidak tentukan ijin itu ada persetujuan. Di mana-mana, persetujuan itu seperti surat rekomendasi. Tapi produk hukum sendiri terkait ijin itu tidak bicara soal persetujuan. Produknya itu harus ketetapan, ijin nya apa? Bukan persetujuan. Karena kalau persetujuan itu hanya rekomendasi,” terang Adistya, Jumat (16/10/20).

(red)

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d