Oleh :
Surachman (Ketua Media Center PUPR Muna Barat)
MUNA BARAT, OPINI – Merdeka, adalah ungkapan khas yang sering kita dengarkan hampir dalam setiap momen 17 agustusan. Pekik “Merdeka” merupakan pekik sakral yang memberikan stimulus tersendiri bagi yang mendengarkannya. Menurut Kamus Indonesia yang ditulis G. Kolff & Co dan terbit pada 1951, kata ”merdeka” berasal dari bahasa Sanskerta yaitu ‘Maharddhikeka’ yang artinya ‘lepas dari perhambaan, tiada terikat pada sesuatu’. Sementara, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ‘Merdeheka’ dibakukan menjadi ‘Merdeka’ yang artinya bebas dari penghambaan, berdiri sendiri, dan lepas dari tuntutan.
Dalam konteks Indonesia sebagai Negara, Merdeka merupakan harapan yang tidak saja digaungkan oleh para pendiri bangsa (the founding fathers) pada awal abad 19 namun lebih jauh dari itu sejak koloniakisme dan imperialisme bercokol di Nusantara, Merdeka selalu tak asing dalam diskursus masyarakat. Ketika pertama kalinya bangsa Portugis mendarat dimalaka, kemudian disusul oleh spanyol 1521 di maluku dan terakhir pada tahun 1595 oleh Belanda dibawah pimpinan Cournelis de Houtman mendarat di Banten. Masuknya para kolonialis di Bumi Nusantara yang membawa misi 3 G : Gold (keuntungan), Glory (kekuasaan), dan Gospel (penyebaran agama).
Misi 3G diatas merupakan pemantik munculnya semangat pembebasan dari para pemimpin-pemimpin lokal masyarakat saat itu sekalipun kondisinya masih bersifat kedaerahan. Namun demikian konsolidasi semangat kemerdekaan dari para penjajah terus bergulir dan mencapai puncaknya 17 Agustus 1945 melalui Proklamasi Kemerdekaan RI yang dibacakan oleh Soekarno-Hatta. Sejak 17 agustus 75 tahun silam Merdeka tak lagi menjadi harapan namun menjadi kenyataan yang melahirkan semangat tersendiri untuk membawa Bangsa Indonesia menjadi Bangsa besar, mandiri dan bermartabat.
“Merdeka dan Kesejahteraan”
Bangsa Indonesia yang telah merdeka dihadapkan oleh adanya tuntutan-tuntutan perubahan guna melahirkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan rakyat termanivestasi oleh adanya perbaikan taraf hidup, tingkat pengangguran yang semakin menurun, angka kemisikinan yang rendah, pendapatan yang meningkat, membaiknya infrastruktur dasar, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang menjangkau sampai kepelosok dan daerah terpencil, angka harapan hidup yang meningkat dan indikator-indikator makro lainnya.
Mewujudkan Indonesia sejahtera, dapat dimulai dari skope terkecil misalnya skala kabupaten/kota. Untuk menghadirkan kemerdekaan yang hakiki pada skope lokal kedaerahan dapat terwujud jika setiap pemimpin daerah memiliki kesungguhan, komitmen dan keberpihakan yang besar pada upaya pemenuhan kebutuhan masyarakatnya. Bagaimana kita dapat mengevaluasi komitmen pemimpin daerah dalam me”merdeka”kan masyarakatnya. Jika kita kembali pada arti harfiah kata merdeka yakni berdiri sendiri dan lepas dari tuntutan, maka semangat kemerdekaan dalam konteks pembangunan daerah oleh para pemimpin wilayah hendaknya kebijakan mereka diarahkan pada upaya yang sungguh-sungguh menghadirkan kemandirian dan kesejahteraan pada masyarakat. Upaya itu dapat tercemin pada adanya dukungan anggaran yang memadai pada sektor infrastruktur, pertanian, perikanan pelayanan dasar, perbaikan kesejahteraan masyarakat.
Misalnya jika kita masih melihat adanya ketimpangan pembangunan dimasyarakat maka sesungguhnya kemerdekaan belum kita raih, jika masih ada masyarakat yang mengeluhkan buruknya jalan dan buruknya kualitas pelayanan kesehatan, pendidikan. Maka itu juga dapat berarti kita belum “Merdeka”. Kemerdekaan tak boleh lagi hanya termanifestasi dalam ungkapan atau teriakan yang menggelegar. Namun kemerdekaan haruslah menjawab kebutuhan dan harapan masyarakat, memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, menghadirkan infrastruktur yang berkualitas, melahirkan pemerataan pembangunan pada semua aspek.
“Pembangunan Muna Barat dan Kemerdekaan”
Muna Barat sebagai Daerah Otonom Baru yang “merdeka” dari Kabupaten Muna sejak terbitnya UU No 14 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kab. Muna Barat di Provinsi Sulawesi Tenggara, telah merayakan HUT Kemerdekaan RI untuk kali kelima. Lima kali perayaan kemerdekaan RI dalam konteks Muna Barat telah memberikan kesan dan arti tersendiri bagi segenap pelaku pembangunan dan masyarakat Muna Barat. Kesan itu muncul karena adanya perubahan signifikan akan kondisi Muna Barat pra dan pasca “Merdeka” dari kabupaten induknya.
Jika pada masa yang lampau Muna bagian barat memiliki kondisi infrastruktur yang amat buruk. Tengok saja kondisi jaringan jalan dari Tondasi- menuju Raha (Jl. Lagadi – Tondasi) penuh dengan kubangan-kubangan besar sehingga menyulitkan kendaraan yang melintasi jalur ini. Begitu pula pada jalur-jalur antar kecamatan dan antar desa yang juga tak jauh berbeda kondisinya. Hampir pada sebagian besar jalur jalan kabupaten dalam wilayah Muna Barat sebelum mekar kondisinya sangat memprihatinkan. Ibarat benang kusut kondisi pembangunan Muna Barat saat itu sangat sulit diurai akar masalahnya dan solusi pembangunannya.
Namun kondisi muramnya pembangunan Muna Barat tersebut perlahan lahan berhasil diatasi sejak mekarnya Muna Barat sebagai Kabupaten baru. Apalagi diawal berdirinya Muna Barat, Gubernur Sulawesi Tenggara kala itu H. NUR ALAM, SE menjatuhkan pilihan pada orang yang tepat yakni La Ode M. Rajiun Tumada yang bertindak sebagai Pejabat Bupati Muna Barat. Sejak dilantik sebagai Pejabat Bupati Muna Barat, La Ode M. Rajiun Tumada langsung tancap gas, siang malam, hari demi hari beliau berjibaku mencoba mengurai stagnansi pembangunan di Muna Barat.
Rupanya semangat memerdekakan masyarakat Muna Barat dalam arti yang sesungguhnya mengilhami langkah dan gerak beliau dalam membangun Muna Barat. Baginya “Merdeka” haruslah diterjemahkan dalam kebijakan yang pro job, kebijakan yang pro poor, pro gowth, serta pro environment. Kebijakan 4P tersebut termanivestasi dalam pelbagai paket kebijakan misalnya percepatan pemenuhan infrastruktur dasar dalam kurun waktu 2 tahun sebagai Pj. Bupati beliau saat itu telah melakukan revitalisasi besar besar jaringan jalan yang ada di Muna Barat yang kondisinya saat itu sangat memprihatinkan dan hingga saat ini dalam kurun waktu 5 tahun kepemimpinannya telah melakukan pembangunan dan peningkatan jalan sepanjang 786 km. Belum lagi disektor lain seperti pendidikan dan kesehatan melalui pemberian beasiswa sekolah, bantuan seragam gratis, pemberian insentif yang layak bagi tenaga kesehatan dan guru-guru non PNS, program nikah gratis, pemberian bantuan alat-alat pertanian, perikanan dan insentif modal bagi para pelaku UMKM, perhatian terhadap para pemuka agama dan budaya berupa pemberian honor, perbaikan kesejahteraan perangkat desa serta alokasi anggaran bagi desa melalui skema ADD sesuai syarat dan regulasi yang ada. Dan masih banyak lagi program-program lainnya yang pro rakyat.
Akibat massifnya program-program yang pro rakyat tersebut Muna Barat menjelma menjadi kabupaten yang patut dibanggakan sebagai Daerah Otonom Baru. Indikatornya jelas, misalnya nilai IPM Muna Barat menduduki posisi pertama dibanding DOB seusianya di Sulawesi Tenggara, pertumbuhan ekonomi yang melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara, angka kemisikinan dan pengangguran yang semakin menurun. Dan data-data indikator makro lainnya yang menunjukkan trend yang positif dan menggembirakan. Apalagi indeks rasio gini Muna Barat yang tak beranjak jauh dari angka 0 menunjukkan pemerataan pendapatan masyarakat yang tak memiliki disparitas yang sangat jauh satu sama lainnya.
Hari ini kita patut bersyukur kehadir Allah SWT yang telah menganugerahi kita alam Muna Barat yang subur, kaya akan berbagai potensi alamnya, serta masyarakat yang plural dan sangat menjaga kondusifitas daerah. Namun hal itu tak cukup jika tidak ditunjang oleh kemampuan pengelolaan daerah yang mumpuni. Jangan sampai daerah yang subur kemudian menjadi “salah urus” karena kurang kapabelnya penyelenggara pemerintahan dan tak adanya kemampuan manajerial dari top leadernya. Namun rupaya Allah SWT barangkali sangat menyayangi masyarakat Muna Barat, dianugerahi seorang pemimpin yang sangat peduli dengan rakyatnya, tak berjarak sedikitpun, selalu “open house” menerima keluh kesah rakyatnya, setiap saat menyapa rakyatnya dalam acara suka dan duka, gemar berpetualang menyelami secara langsung masalah-masalah rakyatnya. Mungkin sosok La Ode M. Rajiun Tumada bukan lah sosok yang sangat “sempurna” namun “ideal dan sesuai” dengan kebutuhan muna barat jika ingin maju. Dan ini telah dibuktikan sendiri oleh La Ode M. Rajiun Tumada dalam menakhodai Muna Barat melalui sederet prestasi yang diukirnya dalam mengelola Muna Barat. Muna Barat adalah yang sedikit bahkan satu satunya daerah yang memiliki usia relatif sangat muda namun telah diganjar WTP empat kali berturut turut. Tanpa visi dan misi yang terukur, konsekuen dan komitmen yang sungguh-sungguh mustahil pencapaian tersebut dapat diraih. Namun bagi sosok La Ode M. Rajiun Tumada tak ada yang mustahil untuk diraih jika diupayakan dengan sungguh-sungguh, penuh kedisiplinan dan kemauan yang besar untuk berubah menjadi baik. Baginya prestasi itu harus ditorehkan dalam setiap ruang dan waktu pengabdiannya. Seperti halnya ia mengukir prestasi sebagai atlet karateka nasional yang mengukir prestasi dalam skala nasional hingga internasional. Sosok La Ode M. Rajiun Tumada tak hanya menunjukkan reputasinya sebagai pendekar kelas dunia, namun juga dapat bertindak sebagai Pendekar Pembangunan yang dapat membawa Muna Barat mencapai “kemerdekaan” yang sesungguhnya. Merdeka dari buruknya jalan, merdeka dari buruknya fasilitas kesehatan, merdeka dari buruknya fasilitas pendidikan, merdeka dari buruknya fasilitas perdagangan, dan yang terpenting merdeka dari “janji kosong” politisi yang suka mengumbar janji. Akhirnya Selamat HUT RI ke 75. Jayalah Indonesia, Jayalah Muna Barat. Merdeka, Merdeka, Merdeka.
Reporter : Setiawan.