BANDUNG – Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Bagasasi mengadakan webinar discussion pada Kamis (23/07). Tema yang diusung adalah Memadankan RUU Cipta Kerja: Antisipasi- Solusi Ketenagakerjaan.
Kegiatan ini di moderatori oleh Gregorio Laulasta Sitepu. Pemateri Drs. John Kenedy Azis, S.H (Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Golkar), Dr. Santo Dewatmoko, S.T., M.M., M.A (Pelaku Bisnis), dan Riswanda, Ph.D (Akademisi/ Pemerhati Kebijakan Publik).
Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, John Kenedy Azis, mengatakan bahwa pesangon tak akan dihapuskan dalam RUU Ciptaker. Pekerja yang terkena PHK akan tetap mendapatkan kompensasi berupa pesangon, penghargaan masa kerja, dan kompensasi lainnya.
Hal tersebut sekaligus menjawab kekhawatiran sejumlah pihak yang mengatakan pesangon akan dihapus dalam RUU Ciptaker.
“Pekerja yang terkena PHK tetap mendapatkan kompensasi PHK berupa pesangon, penghargaan masa kerja, kompensasi lainnya, dan menambahkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) di samping program yang telah ada (Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua),” kata John dalam keterangannya, Kamis (23/7).
Santo Dewatmoko, mengatakan RUU Cipta Kerja yang tengah digodok di DPR RI dapat menjadi solusi percepatan pengurangan pengangguran jika disahkan menjadi Undang-Undang.
“RUU Cipta Kerja jika disahkan dapat menjadi salah satu solusi untuk percepatan mengurangi pengangguran,” ujarnya.
Dosen ekonomi dan bisnis ini menjelaskan, saat ini masih terdapat 7,05 juta pengangguran, kemudian 2,24 juta angkatan kerja baru, sebanyak 8,14 juta setengah penganggur, dan 28,41 juta pekerja paruh waktu. Dengan demikian, totalnya mencapai 45,84 juta angkatan kerja yang bekerja tidak penuh di Indonesia.
Sedangkan penciptaan lapangan kerja selama ini, katanya, masih berkisar antara 2 sampai 2,5 juta per tahunnya. Tingginya angka pengangguran, kata Santo, diperparah dengan adanya wabah pandemi Covid-19.
”Pada masa Covid 19 ini, memaksa sebagian besar pengusaha melakukan PHK kepada pekerjanya, sehingga banyak terjadi pengangguran. Kejadian ini bisa menjadi bahan pertimbangan atau kajian untuk pengusaha dan serikat pekerja, agar dapat duduk bersama dalam mencari titik temu untuk segera menuntaskan RUU Cipta Kerja bersama DPR dan Pemerintah,” kata Santo
Riswanda, selaku Akademisi menjelaskan bahwa Tantangan bonus demografi Indonesia di rentang 2030-2050, seperti belakangan dilansir oleh banyak seminar dan pertemuan ilmiah bertajuk serupa, menjurus pada lebih besarnya jumlah penduduk usia produktif (rentang usia 15-64 tahun) dibandingkan penduduk usia tidak produktif (usia 15 tahun ke bawah dan 64 tahun ke atas).
“Hal ini Memerlukan pemahaman pendekatan policy networking (“satu bahasa”) dari seluruh pemangku kepentingan yang terlibat, Memerlukan persiapan disintegrasi data berbasis geospasial, dan Memerlukan ketepatan dalam penetapan leading sektor kelembagaan dalam perumusan dan penerapan UU Cipta kerja,” terang Riswanda Pemerhati Kebijakan Publik.
Reporter : MIR.