Daerah

WALHI Provinsi Kepulauan Babel Catat Sekitar 1.053.253,19 Hektare Lahan di Babel Rusak

×

WALHI Provinsi Kepulauan Babel Catat Sekitar 1.053.253,19 Hektare Lahan di Babel Rusak

Sebarkan artikel ini

BANGKA BELITUNG – WALHI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencatat, kurang lebih 1.053.253,19 hektare lahan di Bangka Belitung rusak dengan kondisi kritis dan sangat kritis atau 64,12 persen dari luas daratan Babel.

Dilansir dan dikutip dari Media Radarbabel.co, Selasa (21/07/2020), WALHI Babel mengapresiasi seiring terus bergulirnya penegakan hukum terhadap aktivitas kejahatan lingkungan di sektor Sumber Daya Alam pada kasus tambang timah ilegal di kawasan hutan Desa Cit Kecamatan Riau Silip pada 11 Juli 2018 oleh Gakkum KLHK bersama aparatur penegak hukum lainnya di provinsi Kepulauan Babel.

Click Here

Sementara akibat kerusakan terparah terjadi di Pulau Bangka yakni 810.059,87 hektare (76,91%). Aktivitas tambang timah telah menyebabkan lingkungan baik ruang darat dan pesisir laut di Babel menjadi rusak dan sangat memprihatinkan.

“Sehingga Babel telah kehilangan lahan produktif seluas 320.760 hektare dalam waktu 10 tahun. Di sisi lain, negara dirugikan dari kegiatan industri ekstraktif sumber daya alam di pertambangan timah ini,”dikutip dari Media Radarbabel.co.

Berdasarkan laporan DIKPLHD Kepulauan Bangka Belitung pada Tahun 2019, kualitas air di 11 sungai yang berada di wilayah kepulauan bangka belitung tidak memenuhi standar baku mutu badan air kelas II dengan kategori tercemar ringan dan berat.

Tercemarnya air ini jelas membahayakan lingkungan dalam jangka yang panjang.

Dari tahun 2004-2014, ICW mencatat kerugian negara dari timah sebesar 68 triliun rupiah dari pajak, biaya reklamasi, royalti, pajak ekspor dan penerimaan non pajak akibat dari tata kelola yang buruk.

Sedangkan Babel rentan dengan bencana seperti banjir dan kekeringan sebagai akibat dari rusaknya kawasan hutan dan DAS yang merupakan wilayah resapan air dan sumber mata air tanah, hilangnya lahan produktif untuk sumber dan ketahanan pangan, kerusakan terumbu karang, mangrove,dan padang lamun di pesisir laut.

Flora dan fauna endemik yang terancam punah, pun tanpa terkecuali merusak kearifan lokal masyarakat setempat. Bekas-bekas lubang tambang tidak dilakukan reklamasi dibiarkan menganga begitu saja, mengancam keselamatan jiwa dan tempat bersarang bagi nyamuk,” ungkap Jessix Amundian, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Bangka Belitung dalam keterangan rilisnya, senin (20/7).

Hal tersebut disampaikan dalam menyikapi persidangan pada hari Kamis,16 Juli 2020 lalu di Pengadilan Negeri Sungailiat terkait dugaan tindak pidana pertambangan timah ilegal di kawasan hutan Desa Cit yang diberitakan di beberapa media.

Penegakan hukum sebagai bagian dari upaya meminimalisir celah kerugian Negara dan memutus rantai kerusakan lingkungan hidup di Babel. Korporasi tambang yang terlibat menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan atau pemurnian, serta menjual pasir timah yang bukan dari wilayah IUP nya, mutlak dilakukan penegakan hukum apabila nanti terbukti ikut terlibat dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, sebagaimana perintah UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba pasal 161.

WALHI Babel menilai, ruang pengadilan harus mampu mengungkap fakta kejahatan lingkungan di sektor Sumber Daya Alam dari pemodal tambang ilegal sampai ke hulunya, tidak hanya di wilayah hilir saja.

“Kami percaya Pengadilan Negeri Sungailiat akan mengadili kasus ini dengan seadil-adilnya, transparan dan berangkat dari perspektif penyelamatan lingkungan hidup di Bangka Belitung. UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba, UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan merupakan paket instrumen hukum yang kuat sebagai dasar pertimbangan aparatur penegak hukum di ruang pengadilan dalam memutus perkara terhadap pemodal tambang timah ilegal di kawasan hutan yang telah merugikan Negara dan Lingkungan hidup. Kita akan pantau dan kawal jalannya proses persidangan kasus ini sebagai bagian dari hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” pungkas Jessix Amundian.

Hingga berita ini disiarkan wartawan masih dalam upaya konfirmasi berita selanjutnya terhadap pihak-pihak terkait.

Reporter : Budi_Red

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d