PANGKALPINANG, SEKILASINDO.COM – Progres perdamaian dalam kasus pelanggaran hukum pada kasus penertiban tambang illegal di kawasan geosite hutan mangrove Kacamatan Sijuk, Kabupaten Belitung sontak memicu komentar berbagai pihak.
DR. M Adistya Sunggara, SH, MH yang merupakan praktisi hukum di Bangka Belitung (Babel) ikut menyoroti masalah tersebut. Menurut dalam pandangannya dari aspek hukum, Adistya menilai proses perdamaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak, yang diiringi dengan pencabutan laporan, semata-mata hanya menjadi unsur yang meringankan.
Namun langkah pihak penegak hukum, dalam hal ini pihak kepolisian mengemban tanggung jawab melaksanakan perintah KUHP. Mengingat insiden tambang illegal di kawasan geosite Belitung tersebut merupakan delik murni pidana.
Sehingga tanpa adanya laporan dari pihak yang terkait masalah tersebut, seharusnya penegakan hukum tetap dilaksanakan. Tegas Adistya via ponselnya, Selasa (23/12).
Lebih lanjut dikatakan Adistya, sangat cukup bahan berupa bukti bagi pihak kepolisian untuk mengusut masalah tersebut.
“Ada perdamaian, atau ada tidaknya laporan, mau dicabut, mau dituntut atau tidak dituntut dari penambang atau Pol PP, negara wajib memproses hukum perkara yang terjadi di Sijuk itu. Karena itu delik pidana murni. Baik itu Pol PP nya terkait dugaan pengerusakan, ataupun kasus pertambangan ilegalnya maupun kasus kehutanannya, karena ini tidak perlu ada laporan atau tuntutan. Jika faktanya perbuatan itu ada, negara bisa masuk untuk melakukan penegakan hukum,” jelas Adistya.
Adistya menambahkan khusus perkara tambang illegal dan kehutanan, negara dalam hal ini berada pada posisi yang dirugikan. Pada posisi ini menurutnya perdamaian itu tidak berlaku. Namun untuk kasus pengrusakan barang milik orang lain, atau perkelahian dan penganiayaan, adanya perdamaian itu tidak lantas menjadi faktor yang menghentikan perkara tersebut. Akan tetapi lebih kepada sebagai faktor yang ringankan dalam putusan hukum nantinya.
“Sebenarnya tidak bisa kasus itu dihentikan. Tupoksi dari penegak hukum itu kan menajalankan perintah undang-undang. Olehnya itu, mengacu kasus di Sijuk itu, peneggak hukum wajib memproses. Seandainya itu proses hukumnya tidak dilaksanakan, berarti penegak hukum tidak melaksanakan perintah undang-undang dengan baik. Sebab, dalam hal ini negara wajib memproses perkara-perkara yang deliknya murni. Tanpa harus adanya laporan,” tandas Adistya.
Ditanya terkait perkara hutan lindung, Adistya menjelaskan bahwa selain polisi, pihak penyidik PNS (PPNS) dari Kementerian terkait wajib dan berhak untuk melaksanakan penegakan hukum, tanpa adanya laporan.
“Intinya tidak ada istilah dihentikan penegakan hukum dalam perkara Sijuk tersebut, sepanjang sudah ada dua alat bukti. Nah untuk perkara di sijuk, jelas ada alat bukti yang cukup untuk diproses. Termasuk saksi yang saya kira sudah lebih dari cukup sebagai bukti untuk meneruskan perkaranya. Selain itu peralatan tambang yang ada di lokasi hutan mangrove tersebut. Kemudian tinggal memeriksa apakah pelaku pertambangan tersebut memiliki bukti surat sepert IUP. Jika ternyata tidak ada, sudah jelas itu negara wajib melaksanakan perintah undang-undang,” jelas Adistya.
Reporter: Budi