OPINI, SEKILASINDO.COM – Pada Tahun 2020 nanti di beberapa daerah di Indonesia akan melaksanakan Pilkada serentak khususnya di Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pilkada 2020 nanti, rakyat akan memilih dan menentukan siapa pemimpin mereka. Rakyat kecil hingga masyarakat elit telah menaruh sejuta harapan pada pemimpin terpilih. Semua harapan dan jawabannya akan terjawab dalam masa kepemimpinan mereka selama 5 tahun.
Meski demikian, rivalitas politik terus mempengaruhi penolakan dari sebagian pihak yang kalah dalam pertarungan pilkada. Mereka merasa pemimpin yang menjadi pemenang tak layak untuk memimpin daerah atau bukanlah sosok yang tepat. Lalu siapakah pemimpin yang cocok? Apakah calon yang kita dukung juga cocok? Bagaimana ideal pemimpin yang menjadi harapan rakyat? Semua pertanyaan dan pernyataan akan saling timpang tindih dalam akal sehat kita.
Mencari pemimpin yang merakyat, humanis, religius dan berkwalitas memang tidaklah mudah. Apalagi untuk sebuah wilayah yang mencakup daerah luas seperti Kabupaten Muna. Sebab untuk menjadi seorang pemimpin harus memahami harapan rakyat yang berbeda-beda. Terdiri dari berbagai macam keyakinan maupun budaya. Maka dari itu, perlu adanya tujuan bersama yang selaras, mencari pemimpin yang memiliki merakuat dan kualifikasi. Terdapat syarat-syarat tertentu. Kualitas memimpin, akhlak, dan kecerdasannya. Terutama yang dapat menyatukan perbedaan dan membawa kemajuan Daerah yakni Kabupaten Muna.
Pilkada atau pemilihan kepala daerah yang berlangsung setiap tahun memiliki ciri khas masing-masing. Baik persiapan hingga pelaksanaannya. Persiapan yang dilakukan oleh petugas maupun pihak yang terlibat kerap menemui kasus. Seperti permasalahan peserta pemilu. Ada peserta yang tidak terdaftar tetapi turut mencoblos, atau sebaliknya terdaftar tapi tidak mencoblos alias golput. Hal ini menyebabkan petugas sulit melakukan perhitungan. Nyatanya KTP yang digunakan oleh peserta dalam mendaftar sebagai pencoblos tidak sesuai dengan catatan sipil sehingga tertolak. Maka pengecekan peserta sebelum hari H harus benar sesuai data. Ada baiknya petugas melakukan sosialisasi ke lingkungan warga seperti tingkat RT.
Masyarakat harus cerdas dalam memilih calon kepala daerah dengan menimbang berbagai program yang akan diusungnya. Kredibilitas Kepala Daerah yang berintegritas, jujur, dan tidak pernah tersangkut korupsi juga patut menjadi pertimbangan. Hal ini dilakukan agar kita sebagai masyarakat tidak terjebak pada tipu muslihat calon pemimpin yang menghalalkan segala cara dalam meraih kemenangan..
Pemimpin yang berkualitas mampu membuktikan perkataan atapun ucapannya melalui sikap dan fakta, baik sebelum menjadi pemimpin maupun sesudah menjadi pemimpin. Rakyat banyak berharap calon pemimpin yang mereka pilih mampu membawa perubahan ke arah lebih baik. Bukan hanya sekedar janji-janji manis dan omong kosong, rakyat sudah kenyang dan bosan dengan berbagai tipuan akan obral janji penguasa yang tidak kunjung membawa perubahan.
Seperti yang kita tahu, sejak awal pilkada masing-masing calon kepala daerah adu kebolehan dengan berbagai visi dan misi. Terpampang di setiap baliho, media elektronik atau cetak lainnya. Saat mendekati hari H, para calon makin gencar mempromosikan diri beserta partai-partai yang menyokong. Bahkan tidak jarang acara TV mengadakan debat secara live yang bisa ditonton jutaan orang. Apakah hal tersebut menjamin siapa yang lebih pantas menjadi pemimpin?
Jawabannya adalah tidak. Karena semua itu hanya dinilai berdasarkan argumen-argumen yang dilontarkan saja. Hal seperti ini menguji kemampuan kritis seseorang dalam menyikapi masalah. Lalu bagaimana agar kita tidak salah pilih? Adakah kiat khususnya?
Dalam pandangan penulis, lebih baik merujuk pada sifat-sifat Nabi Muhammad SAW. Pertama adalah amanah atau dapat dipercaya. Jika calon tersebut diberi tugas atau wewenang, apakah ia akan sungguh-sungguh mengerjakan tugasnya dan menyelesaikan dengan baik.
Kedua, benar dan jujur. Baik dari segi perkataan maupun perbuatan harus selaras. Benar disini adalah berbicara dan bertidak sesuai kebenaran. Walau sulit memang berada pada zaman akhir seperti ini. Banyak calon pemimpin yang menghalalkan segala cara demi terwujudnya visi misi mereka tanpa peduli itu benar atau salah. Tapi, kita harus tetap yakin dan berikhtiar.
Ketiga adalah menyampaikan apa yang menjadi amanatnya. Jika dia seorang pemimpin tentu akan menyampaikan segala aspirasi dan juga sumbangan berupa harta, fikiran serta waktunya untuk rakyat. Memegang amanah sebaik mungkin, tanpa berhianat.
Keempat adalah cerdas. Cerdas disini maksudnya kemampuan menganalisa dan mengatasi setiap perkara yang ada. Butuh tenaga dan fikiran serta loyalitas yang tinggi untuk rakyat. Apalagi untuk menyatukan pikiran ratusan bahkan jutaan orang.
Untuk itu, pemimpin harus berada paling depan, suatu saat di tengah, lain waktu berada di belakang. Kadang, pemimpin harus juga berada di samping (sisi kanan atau kiri) sejajar dengan anak buahnya – seiring sejalan untuk mencapai tujuan. Maknanya seorang pemimpin harus mampu menempatkan diri sesuai dengan situasi. Kapan berada di depan, di tengah, di belakang atau di samping.
Ini sejalan dengan ajaran luhur Ki Hajar Dewantara bahwa pemimpin harus memiliki sifat Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani : Di depan memberi contoh ( suri tauladan), di tengah memberi semangat (membangun), dan di belakang memberi daya kekuatan ( dukungan dan mengarahkan).
Ketiga sifat ini merupakan satu kesatuan yang harus diterapkan oleh seorang pemimpin di level manapun, baik di pemerintahan ( lembaga negara) maupun swasta. Penerapannya akan lebih tergantung kepada kemampuan masing – masing pemimpin.
Gaya kepemimpinan Nelson Mandela boleh juga menjadi rujukan. Presiden Afsel, penerima nobel perdamaian dunia itu berfalsafah “Akan lebih baik memimpin dari belakang dan menempatkan seseorang di depan, terutama ketika engkau merayakan kemenangan, ketika hal baik terjadi. Ambilah bagian di depan ketika ada bahaya. Maka orang akan menghargai kepemimpinanmu.”
Ini dapat ditafsirkan bahwa ketika meraih sukses, keberhasilan, prestasi besar bagi negerinya, bukan lantas pemimpin yang tampil di panggung kehormatan mempertontonkan “ inilah kehebatan saya” . Tetapi tunjukan kepada publik bahwa prestasi itu dapat diraih bukan semata karena dirinya sebagai pemimpin, melainkan karena keberhasilan anak buahnya, para pembantunya.
Sebaliknya jika terjadi masalah besar, kekacauan atau pun ancaman bagi bangsa dan negara, dia tampil paling depan untuk mengatasinya. Bisa dikatakan , jika ada kesenangan dan kemakmuran, rakyatnya yang terlebih dahulu untuk menikmatinya, tetapi jika terdapat kesulitan, dirinya terlebih dahulu yang harus menerima kesulitan itu. Itulah filosofi kepemimpinan Nelson Mandela.
Negeri kita juga cukup kaya dengan falsafah kepemimpinan. Nenek moyang kita sudah terbiasa hidup dengan menerapkan ajaran adiluhung, termasuk bagaimana menjadi pemimpin yang sejati dan membumi. Pemimpin yang peduli nasib rakyat, merakyat dan dicintai rakyat.
Penulis : LMS (Alumni Fakultas FISIP UHO)