GOWA, SEKILASINDO.COM- Ketua Perlindungan Konsumen Kabupaten Gowa,Ir.Andi Abdul Hakim, sangat menyayangkan dengan adanya Perda Gowa No 09 tahun 2011 tentang pajak restoran yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Gowa No 35 tahun 2019 tentang pembayaran dan pemungutan pajak daerah retribusi daerah secara Online dengan memasang alat Mesin Pembayaran Secara Online (MPOS) sebagaimana yang diperintahkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.
Dimana menurut Andi Abdul Hakim, aturan yang diterapkan harus memasang alat MPOS itu, terlalu memaksakan kehendak untuk meningkatkan PAD, itu namanya tidak memberikan ruang kepada UKM untuk berbuat, berkarya dan hidup sejahtera.
Disini justru ada unsur pemaksaan dan tekanan dengan dibuktikan dengan adanya surat peringatan pertama, kedua dan ketiga, apabila tidak mau dipasangkan alat MPOS, maka surat peringatan ketiga, usahanya itu akan ditutup
“Justru pelaku usaha disini kaget dengan dikasihnya surat teguran, tiba- tiba ada tekanan dan paksaan, kalau tidak mau menerima teguran sampai tiga kali, usahamu akan ditutup,” kata Ketua LSM Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang geram dengan isi surat peringatan itu.
Ini sama saja mengkerdilkan dan bentuk pengancaman, seharusnya Pemerintah membuat aturan, tidak seperti itu, tidak boleh begitu karena ini bisa membuat masyarakat menjadi resah.
Dan kedua katanya didalm surat itu menyatakan perintah dari KPK, hati- hati dengan menjual nama KPK.
“Saya selama duduk dibangku kuliah, tidak pernah KPK mau mengurusi penjual coto, yang diurusi KPK itu terkait dengan penyelewengan, penyimpangan uang negara yang dilakukan oleh seseorang yang merugikan uang negara baik berbadan hukum, pribadi maupun penyelenggara negara,” tandasnya.
“Jadi kalau memang itu perintah dari KPK,mana surat tertulisnya KPK?, supaya saya yang surati Presiden, karena kalau orang seperti itu tidak bisa diangkat menjadi pejabat KPK, biar penjual coto saja mau dicampuri semua,” geramnya.
Dan surat itu ada buktinya sama dia katanya, surat teguran yang menyatakan atas perintah dari KPK, kalau memang itu perintah KPK, dia minta dasar rujukannya itu pasal berapa.
Mengenai pajak online 10% dan alat MPOS, ia mengakui tidak pernah mendapatkan undangan untuk sosialisasi.Kalau memang pernah disosialisasikan, mana daftar hadirnya yang datang pada saat sosialisasi.
“Jangan bilang pernah disosialisasikan, saya saja tidak pernah dapat undangannya,” tegasnya.
Seharusnya Pemerintah itu datang mendata semua pelaku usaha yang ada di Kabupaten Gowa, jangan dibuat dulu itu Perda, setelah itu baru mau disosialisasikan.
Bentuk tim dan mana yang dikategorikan Restoran, jangan disapu ratakan, semua kena pajak 10% jadi harus dibedakan klasifikasinya.
“Jangan pagi- pagi, DPR langsung membuat Perda, seharusnya lakukan dahulu itu sosialisasi, jangan membuat Perda yang tidak jelas payung hukumnya, apalagi menjual nama KPK, tahukah itu peran dan fungsi KPK?, tantangnya yang mengaku dia itu juga pengacara, kepada SekilasIndo.com Jumat (4/10/2019)
Ia juga katakan, selama ini, ada tidak perhatian dari Pemerintah Daerah untuk sektor UKM, dari Dinas Koperasi maupun Disperindag?
“Dan kalau saya tanya, sejak kapan pemerintah daerah pernah memberikan bantuan kepada UKM, apa yang dia telah lakukan untuk UKM, ada perhatianya tidak?
Maka dari itu dengan adanya alat pemasangan MPOS, kami beberapa pelaku usaha keberatan karena tidak ada sosialisasi sebelumnya dan pihak Bapenda melakukan unsur tekanan dan seakan- akan melakukan pemaksaan kepada pelaku usaha.
“Jadi sehubungan dengan hal tersebut, kami dari beberapa pelaku usaha yang keberatan, meminta kepada Ketua DPRD Gowa untuk Rapat Dengar Pendapat,”pungkasnya.
(Shanty)