LEBAK, SEKILASINDO.COM – Sejumlah kalangan mengaku geram atas dugaan pungutan uang kompensasi lahan jalur SUTT oleh spekulan di Bojongjuruh, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak. Pasalnya, selain telah merebut hak masyarakat juga pungutan yang dilakukan sangatlah besar. Ironisnya, pihak terkait, baik pemerintah desa maupun kepolisian terkesan membiarkan kondisi tersebut.
Nurwan Kosasih, aktivis lingkungan berharap pihak penegak hukum turun tangan dengan permasalahan yang dihadapi warga penerima kompensasi di Bojong Juruh, yang saat ini merasa resah atas adanya ulah pengusaha spekulan.
“Karena warga penerima kompensasi tersebut merasa sangat dirugikan atas kehadiran pengusaha spekulan,” kata Nurwan, Sabtu (29/06/2019)
Menurutnya, saat ini mereka merasa was – was dan resah, bukannya mereka bahagia setelah mendapatkan dana kompensasi pembebasan lahan, tapi malah sebaliknya mereka merasa takut. Pihak terkait harus bisa mengungkap, mengapa dalam proses kompensasi SUTT ini banyak bermunculan spekulan.
“Artinya, ini diduga ada permainan dari pihak PLN sendiri untuk memperkaya perseorangan. “Bagaimana mungkin seorang spekulan bisa tahu lahan yang akan terkena jalur SUTT, jika tidak ada bocoran atau kerjasama dengan orang dalam, dalam hal ini PLN,” tambah Pria yang kerap disapa Yayat Bily ini.
Sementara itu, Agung Gumilar, Aktivis Muda Bojongjuruh yang bergabung di Gerakan Mahasiswa Banjarsari (GEMARI), angkat bicara dan mengungkapkan kekesalannya.
“Jadi perihal SUTT di Bojongjuruh itu kang sangat merugikan masyarakat.
Pihak spekulan mengambil potongan 65 % dari nominal dana kompensasi masyarakat. Masyarakat resah dan takut kang kemana harus mengadu,” kata Agung saat dihubungi melalui WhatsApp kepada wartawan sekilasindo, Minggu (30/06/2019).
Mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Pandeglang ini, melanjutkan keterangannya. Menurutnya permasalahan ini sudah pernah dikonsultasikan ke pihak Polsek Banjarsari dan diarahkan untuk di selesaikan dengan baik baik dengan pihak terkait. Namun, Dirinyapun menyayangkan atas ketidaktahuan Kepala Desa Bojongjuruh.
“Mengapa seorang kepdes malah berucap : (tidak tahu apa-apa soal dana kompensasi yang terjadi antara pihak masyarakat yang terkait dengan pihak spekulan atas dana potongan 65 % itu),” terang Agung.
“Kan konyol kang. Lantas tupoksi dia sebagai pimpinan tertinggi dilembaga desa tsb apa?,” tambahnya dengan heran.
Menurutnya, ada indikasi terjadinya doktrin kepada Masyarakat agar diam dan bungkam dari oknum oknum yang tidak bertanggungjawab.
“Jadi si masyarakat ditakuti jika sampai kena pihak hukum maka masyarakat juga kena dan masyarakat takut jd nya jika dipenjara. Sudah kesitu kang sampai masyarakat resah dan takut jadinya,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, wartawan sekilasindo terus berupaya menghimpun informasi informasi yang lebih mendalam.
**(Usep)