SULA, SEKILASINDO.COM – Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan (PEMBASAN) kolektif turun ke jalan menyuarakan Hari Anti Tambang diinisiasi kali pertama terjadinya semburan lumpur Lapindo pada Mei 2006 silam di Sidoarjo, Jawa Timur.
Aksi berlangsung di depan Pasar Basanohi, Kota Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara dan diikuti hanya beberapa jumlah massa, Rabu (29/05/2019) 11.30 WIT.
Meskipun jumlah massa yang terbilang tak banyak, mereka tetap semangat menyuarakan hak-hak rakyat walaupun menahan haus dibawah paparan teriknya matahari mengingat bulan puasa.
Ketua Pembasan Kolektif Kepulauan Sula, Bustamin Gay, dalam orasinya beranggapan bahwa datangnya perusahan tambang ke suatu lokasi akan membawa perubahan besar yang menguntungkan untuk mensejahterakan rakyat, namun faktanya beda.
“Nyatanya telah hampir 51 tahun Negara melakukan komersial pertambangan mineral dan migas yang ditandai dengan banyaknya perusahan keruk yang menggali dan menyedot persedian mineral minyak dan gas dari bumi Indonesia,” ungkapnya.
Bustamin sangat menyayangkan, bukannya melahirkan kesejahteraan yang didapatkan namun fakta menunjukan masyarakat di sekitar area tambang kondisinya jauh dari kesejahteraan.
“Mereka (korban Lapindo) justru menjadi korban hilangnya lahan pertanian, hilangnya mata pencaharian, terjadinya pelanggaran HAM dan tercemarnya lingkungan sekitar,” tutur Bustamin.
Ditempat yang sama, hal senada juga disampaikan Rudi Kaunar atau kerap disapa Emson selaku Koordinator Aksi.
Dia menyatakan, jika hal serupa terjadi di Kabupaten Sula, maka sudah tentu Pemerintah Daerah tidak pro terhadap mayoritas rakyat.
“Kami menilai bahwa tambang adalah salah satu dari kesengsaraan rakyat,” tegasnya.
Ia menambahkan di Sula telah terindikasi sumber bahan galian A, B dan golongan C.
Maka dari itu, pihaknya akan nyatakan sikap, menyuarakan dan juga berharap agar tuntutannya dapat dipenuhi, diantaranya,
1. Menolak masuknya tambang baru,
2. Merebut kembali hak-hak Rakyat yang telah dirampas dan dilanggar secara paksa oleh perusahan tambang,
3. Mendesak pemerintah untuk menghargai keinginan dan kebutuhan rakyat untuk mengelola sumber daya alam dengan mempertimbangkan aspek keadilan antara generasi,
4. Meningkatkan solidaritas antara Rakyat di berbagai daerah untuk menguatkan persatuan gerakan dan perjuaangan melawan penghancuran sumber-sumber penghidupan rakyat oleh pertambangan,
5. Bebaskan Muhammad Hisbun Payu tanpa syarat yang ditahan akibat melawan petugas saat melukukan demo dampak pencemaran lingkungan dari PT Royan Utama Makmur (PT.RUM),
6. Tutup PT Freeport di Papua,
7. Tutup PT Adidaya Tangguh yang ada di Taliabu,
8. Tolak ijin pertambangan di Sula,
9. Stop pemukulan terhadap Aktivis.
Penulis: Jamil Gaus