GOWA, SEKILASINDO.COM- Sejumlah warga Kecamatan Bungaya menolak Desanya akan ditenggelamkan untuk memenuhi pembangunan Bendungan Je’nelata.
Sebanyak 2 Kecamatan diantaranya Kecamatan Bungaya dan Kecamatan Manuju, yang didalamnya terdapat 8 Desa, yang nantinya akan ditenggelamkan. Untuk Kecamatan Bungaya, disana itu ada Desa Bissoloro, Desa Bontomanai, Desa Pangngempang dan Desa Ranaloe.
Sedangkan di Kecamatan Manuju ada Desa Tanah Karaeng, Desa Moncongloe, Desa Pattallikang dan Desa Bilalang. Inilah semua Desa yang akan diluluh lantakkan dengan air, sekejap delapan desa yang penuh dengan aktivitas masyarakat sebagai petani dan berkebun, tinggal cerita dan kenangan.
Sehingga masyarakat tidak ingin, desa yang telah lama ditempatin mencari nafkah sehari- hari menjadi sebuah profesinya itu, hilang begitu saja untuk kepentingan bendungan Jene’lata.
Tentu ini menjadi problem baru dikemudian hari, ungkap Direktur Eksekutif Celebes Intelektual Law, Ridwan Basri, yang juga sekaligus Tokoh Pemuda Dataran Tinggi Kabupaten Gowa.
“Sebaiknya rencana memperlebar bendungan Jenelata hingga ke beberapa desa di Kecamatan Bungaya, perlu dikaji ulang, secara mendalam dan mendetail,” ujarnya kepada Sekilasindo.com, Kamis (9/5/2019)
Serta perlu disosialisaikan sejak dini kepada masyarakat, karena awal rencana pembangunan hanya di wilayah Kecamatan Manuju saja, untuk di Kecamatan Bungaya, tidak pernah ada sosialisasi. Informasi ini, perlu diperjelas oleh seluruh stakeholder.
“Agar dikemudian hari tidak menjadi riak dan konflik di tengah- tengah masyarakat,” tegasnya.
Ridwan juga menyampaikan bahwa hal yang umum ketika terjadi pembangunan waduk selalu menimbulkan problem baru bagi masyarakat yang lahannya terdampak.
Pihak Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang sebagai perpanjangan tangan Pemerintah dalam hal ini Dirjen Sumber Daya Air Kementrian PUPR harus pro aktif bersosialisasi ke masyarakat.
“Ini bukan soal diganti rugi atau tidak,” geramnya. Tetapi ini soal, apakah waduk benar- benar jadi kebutuhan prioritas warga disana? kan tidak jelas, semua akan berdampak hilangnya sumber kehidupan masyarakat sebagai petani dan berkebun.
“Kalau ditenggelamkan, akan dilokalisir kemana?, tentu ini menjadi problem baru dikemudian hari, kasihan masyarakat yang akan ditenggelamkan desanya,” ucap Ridwan, yang merupakan orang asli Desa Buakkang.
Harapannya kepada Balai Besar Wilayah Sungai Pompengen Jeneberang (BBWSPJ) harus dilakukan sosialisasi sejak dini, dan dikaji ulang karena dampaknya apalabila ditenggelamkan, warga kehilangan mata pencahariannya dan tidak tahu akan tinggal dimana lagi.
Menurutnya, posisi sekarang yang ada di Desa Buakkang ada di lembah, sementara Desa Rannaloe saja yang ada di puncak gunung itu nantinya akan tenggelam, apalagi Desa Buakkang, yang hanya ada di lembah.
“Pasti otomatis, Desa Buakkang duluan yang akan tenggelam, karena letaknya di lembah, antara Desa Mangempang dan Desa Rannaloe,” jelas Ridwan, yang sedih, kampungnya akan ditenggelamkan.(Shanty)