JAKARTA,SEKILASINDO.COM- Hampir setengah tahun belakangan ini berkembang pesat tagar. Awalnya digunakan di media sosial dengan tujuan memfasilitasi dan memudahkan pencarian dengan menggunakan kata kunci tertentu dan sekaligus mengelompokkan isu atau topik. Saat ini tagar meluas berekmbang menjadi ajang sosialisasi isu, atau promosi produk/jasa.
Menanggapi hal tersebut Pakar komunikasi digital di Universitas Indonesia Dr. Firman Kurniawan mengatakan dapat memahami semakin banyaknya tagar yang muncul saat ini karena Tagar dinilai dapat menjadi alat ukur keberhasilan strategi komunikasi. Namun melihat perkembangan saat ini, Firman khawatir dampak yang ditimbulkan dari perang tagar berkelanjutan, demikian dikutib media sekilasindo.com, 17/09/2018 di Jakarta.
“Setiap aktivitas komunikasi menimbulkan ‘hierarchy of effect’ yaitu kognisi, afeksi, psikomotorik atau pembentukan sikap yang aktual. Sikap aktual ini menjadi ukuran berhasil tidaknya tindakan komunikasi,” ujar Firman.
Lanjutnya Saat ini mengkhawatirkan menurut firman “lewat mekanisme tagar ini terjadi polarisasi pendapat yang dapat mengerucut menjadi suatu hal yang saling berhadapan dan berpotensi menimbulkan perpecahan.”
Firman mencontohkan bagaimana pertarungan sengit di antara dua calon presiden – Joko Widodo dan Prabowo Subianto – sempat mereda ketika berlangsung Asian Games 2018 lalu.
“Presiden Jokowi dan capres Prabowo berangkulan mesra lewat Hanifan (atlet pencak silat di Asian Games 2018.red). Secara semiotis ini menunjukkan tidak ada perpecahan dan permusuhan diantara keduanya.
Publik untuk sejenak adem, damai. Tetapi bagi pihak tertentu – yang menjalankan misi pemenangan-keadaan ini menjadi tidak jelas. Keberpihakan menjadi sulit diukur secara murah dan sederhana. Walhasil di tengah suasana yang mulai ‘adem’ ini dihidupkan kembali perang tagar,” ujar Firman.
Lalu apakah perlu ada aturan pemerintah untuk mengatur penggunaan tagar yang membangun sentimen publik ini? Ketua KPU Arief Budiman mengatakan sejauh ini pihaknya baru menyampaikan himbauan.
“KPU dan Bawaslu ingin pemilu ini sejuk, aman dan damai. Jadi saya harap semua mematuhi koridor yang diatur dalam undang-undang, maupun peraturan KPU,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta dikutib media sekilasindo.com.
Dr. Firman Kurniawan memberikan tanggapan tentang aturan pemerintah tetap perlu ada. Anggota DPR agar mempertimbangkannya itu dengan cermat. Karena ini tagar bukan hanya berlaku saat pemilu saja namun akan berkelanjutan.
“Ini bukan soal pemilu saja, dan KPU memiliki keterbatasan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemilu tetapi juga di luar pemilu. Perang tagar dapat terjadi di luar urusan pemilu. Jadi seharusnya ada aturan yang dibuat oleh DPR, sehingga levelnya menjadi undang-undang, bukan sekedar peraturan,” tegasnya (mu)