Opini

Fenomena Beragama di Media Sosial

×

Fenomena Beragama di Media Sosial

Sebarkan artikel ini

 

SEKILASINDO.COM- Teh hangat dipagi hari menemani awal pagi ini. Teh hangat yang menyuguhkan kehangatan pagi semakin mendidih ketika saya memperhatikan suatu fenomena yang saling menyudutkan antar kelompok beragama. Fenomena beragama yang seperti ini terus menerus disuguhkan di media sosial dan menjadi tontonan serta bacaan yang kadang tidak menyehatkan.
Pemikiran beragama yang dulu sangat eksklusif kini hadir sangat nampak di media sosial. Fenomena ini tentu tidak lepas dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin masif adanya.Tak terkecuali pembahasan tentang agama.

Click Here

Hal ini dapat kita lihat dari fenomena beragama seseorang. Misalnya, ketika seorang netizen dengan instannya mampu mengetahui dalil-dalil kitab suci yang bisa mendukung suatu pernyataannya maupun prilakunya ataupun ketika ketidakpahamannya terhadap kelompok lain biasanya seorang netizen tidak objektif dalam bersikap atau menggunakan suatu dalil untuk menyerang kelompok lain yang tidak sepaham dengannya.

Tetapi hal ini tidak didukung dengan kajian-kajian keagamaan yang lebih substansial. Semuanya hanya dipelajari lewat internet ataupun media sosial. Padahal, umumnya internet dianggap sebagai sumber yang kurang begitu otoritatif dalam hal pembelajaran agama.

Kesalahan seseorang dalam mempelajari agama, seringkali bukan disebabkan orang tersebut malas belajar tentang agama. Tetapi justru kesalahan itu berangkat dari cara-cara yang tidak tepat ketika belajar agama. Seperti belajar agama dari media sosial ataupun internet yang entah sanad keilmuannya yang terkadang tidak diketahui, dan hal ini sering diamini sebagai suatu kebenaran agama.

Kita sah-sah saja mempelajari ilmu agama lewat media sosial ataupun internet, yang notabennya tidak bertatap muka langsung dengan guru atau penceramahnya. Tetapi yag perlu diingat adalah adanya kelompok-kelompok anti-maenstrim, radikal atau ekstremis, yang seringkali memanfaatkan media sosial sebagai alat propagandanya yang menggandeng agama sebagai dalih atas nama jihad.

Agama bukanlah suatu paket keilmuan teknis yang selalu bisa dipelajari sendiri. Berbeda dengan ilmu elektronik, musik atau ilmu pengetahuan umum yang lainnya, yang bisa dipelajari secara otodidak dan hanya membutuhkan belajar keras dan kerja keras dalam mencapai ilmu keahlian tersebut. Berbeda dengan mempelajari agama, selalu butuh yang namanya figur, dalam bahasa agamanya disebut sebagai seorang ulama ataupun seorang kyai dan sudah dianggap sebagai seorang yang kredibel didalamnya.

Sayangnya, fenomena yang semacam ini tidak terlihat dalam dunia media sosial yang kebanyakan mempertontonkan hate speech (ujaran kebencian). Bagaimanapun paham tersebut telah tertanam pada diri kelompok masing-masing yang kadang sukar untuk disatukan kecuali kita sadar betul bahwa keberagaman dalam beragama merupakan suatu keharusan, tinggal kita saja yang sadar betul bahwa akal sebagai alat vital untuk bersikap dewasa.

Terakhir, mengutip pernyataan Kiai Said Aqil Siraj bahwa orang yang belajar agama secara otodidak sama halnya seseorang yang belajar ilmu kedokteran melalui buku dan langsung membuka praktek. Jadi, mari memahami agama melalui figur yang sudah kredibel didalamnya dan yang sudah paham betul bahwa perbedaan pemikiran dalam beragama merupakan suatu keniscayaan.

Bangsa ini lahir karena berbagai komponen yang bersatu, sama halnya dengan teh hangat yang memiliki cita rasa yang nikmat karena disuguhkan dengan berbagai komponen didalamnya yang menjadi satu dalam secangkir teh hangat. Apalagi ketika dinikmati dengan sepiring pisang goreng panas.

Penulis : Nurhidayatullah (Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin)

Editor : AR

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d